Azasi Pertahanan Negara



Pertahanan Negara merupakan segala upaya yang dilakukan untuk mempertahankan eksistensi dan integritas Negara dari segala bentuk ancaman. Dalam menyusun suatu rencana pertahanan Negara harus melihat berbagai situasi yang melingkupi Negara ini yang pasti memiliki pengaruh dan berkaitan dengan bentuk dan posisi Negara tersebut. Hal ini disebabkan karena dalam perang ataupun pertempuran bukan merupakan suatu bentuk abstrak tetapi memiliki ruang dan waktu. Ruang berkaitan dengan posisi dan lokasi sendiri maupun lawan. Faktor-faktor yang akan mempengaruhi dan memberikan keuntungan maupun kerugian bagi diri sendiri (Negara) maupun lawan. Waktu sendiri berkaitan dengan ketepatan dalam melaksanakan serangkaian aktivitas pertempuran yang didasarkan pada keadaan lawan dan sendiri.

Dalam penyusunan suatu strategi seyogyanya tidak sembarangan dalam membahas secara berdiri sendiri berdasarkan jenis perang yang dapat diuraikan ke dalam berbagai karakter medan dan sifatnya sendiri. Dalam penyusunan strategi perlu pemahaman yang dalam berkaitan dengan politik, sosial, hukum dan hubungan interasional. Strategi memiliki tataran level sesuai dengan cakupan yang dimiliki. Level paling puncak adalah strategi besar (grand strategi) yaitu strategi militer yang berkaitan dengan pemanfaatan seluruh elemen dan sumber daya yang dimiliki oleh Negara dalam rangka mempertahankan kedaulatan dan integritasnya. Dari grand strategi ini kemudian dijabarkan ke dalam strategi lebih rendah dan lower level strategi ini sudah tentu harus mengacu pada strategi superordinatnya.

Perang adalah seni menerapkan strategi. Strategi sebagaimana doktrin haruslah dapat bersifat fleksibel. Tidak ada strategi yang sama untuk kejadian yang berbeda. strategi harus senantiasa hidup dan berubah menurut waktu dan ruang.

Dalam penyusunan strategi juga mengacu pada kebijakan pertahanan yang ada. Berdasarkan buku putih pertahanan, ancaman tradisional berupa invasi militer dari Negara lain sangat kecil kemungkinan karena faktor penghambat opini dan respon Negara-negara lain dan lembaga-lembaga internasional semacam PBB. Namun demikian bukan berarti diabaikan. Prinsip civis pacem para bellum jadi pedoman untuk senantiasa waspada dan siaga. Dalam kondisi ekonomi bangsa sekarang ini mungkin ada beberapa langkah yang dapat diambil:

1. Meningkatkan produksi alutsista dalam negeri dengan memberdayakan industry nasional yang ada. PT Pindad mungkin dapat mengembangkan senjata2 untuk caliber besar yang dapat diinstalasikan di platform2 seperti kapal maupun ranpur2 darat dan pesawat tempur. PT PAL dapat mendesain dan membangun platform kapal ukuran besar sementara untuk TNI AL sendiri melalui fasharkan dapat merancang dan membuat kapal2 dari fiber dan aluminium untuk kapal2 ukuran 35 – 60 meter.

2. Memperpanjang usia pakai alutsista dengan modifikasi system-system yang ada dengan rekondisi atau ganti mesin, struktur bangunan , senjata, system indera dan komunikasi. Agar efektif dan efisien maka perlu dilakukan perhitungan dengan cermat untuk menentukan prioritas alutsista yang akan direkondisi atau direpowering.

3. Meningkatkan penelitian dan pengembangan dalam upaya menuju kemandirian dalam pengembangan system dan senjata dalam rangka meminimalisir ketergantungan terhadap tenaga asing untuk repairment atau rekondisi dan suku cadang peralatan militer yang ada. Oleh karena itu menuntut pula peran serta dari segenap elemen yang memiliki kapabilitas sesuai bidangnya untuk berperan aktif.

Kondisi nyata yang menjadi ancaman serius saat ini adalah ancaman non tradisional yang bersifat bukan Negara yaitu pelanggaran dalam wilayah kedaulatan yang mengganggu stabilitas keamanan dan menggerogoti integritas bangsa dan Negara ini dari dalam. Kegagalan dalam menanggulangi ancaman non tradisional ini menyebabkan opini negative bagi Negara ini bahkan yang paling buruk adalah ketidak percayaan dunia internasional dalam menjamin keamanan dan kepentingan internasional di dalam wilayah Indonesia sehingga mereka akan memaksa untuk ikut campur tangan yang berarti sama dengan merusak stabilitas dan integritas bangsa dan Negara ini. Ancaman non tradisional meliputi pemberontakan, perompakan, illegal trespassing, illegal activities via laut merupakan ancaman nyata yang bukan sekedar perlu tindakan keamanan namun lebih kepada pertahanan terhadap integritas dan stabilitas jangka panjang bangsa dan Negara ini. Keberhasilan dalam menanggulangi ancaman non tradisional dapat cukup memberikan bargaining power dan menunjukkan kepada dunia luar mengenai kemampuan kita.

Jadi dengan kondisi Negara dan keterbatasan dukungan terhadap bidang pertahanan Negara maka focus utama yang perlu dilakukan adalah bagaimana strategi dalam menghadapi ancaman non tradisional tersebut. Perlu adanya kerja sama yang tidak hanya melibatkan TNI saja namun juga seluruh instansi pemerintah yang berkaitan dan elemen bangsa lainnya. Oleh karena itu diperlukan suatu prosedur kerjasama antara semua pihak dalam menghadapi ancaman non tradisional.

Dalam era saat ini trend warfare yang ada dan sedang dikembangkan memasuki trend generasi ke empat yaitu asymmetric warfare dan sekarang semakin komplek ke arah network centric warfare. Asymmetric warfare adalah peperangan “tidak seimbang” yang mengandung pengertian penggunaan satuan / unit kecil untuk menghancurkan satuan yang lebih besar. Peperangan ini lebih mengarah pada pola kamikaze yang pernah dilakukan oleh jepang saat penyerbuan ke pearl harbor.

Dalam berbagai aspek kehidupan hampir didominasi oleh pemikiran subyektifitas, bahkan hasil pemikiran obyektif sendiri berasal dari sekumpulan pemikiran subyektif yang dilandaskan pada pengalaman (penelitian) dari individu yang tentu subyektif hasilnya meski dikatakan berdasar hukum alam. Berkaitan dengan itu maka suatu doktrin bukan harga mati yang harus diyakini dan dipegang teguh sekeras batu. Definisi doktrin sendiri adalah pemikira atau cara terbaik yang ada, mengenai suatu masalah dan menyatakan serta membimbing para penganutnya untuk menghadapi masalah tersebut, namun pelaksanaannya harus didasarkan pada penalaran yang memadai kondisi yang berlaku pada suatu ketika. Dari definisi ini jelas bahwa doktrin apapun terutama doktrin militer yang berkaitan dengan pertahanan Negara harus pula tepat waktu dan ruang dalam artian bahwa harus fleksibel menurut kondisi waktu dan ruang yang ada.

Perbedaan konsep penguasaan antara darat dan laut sangat berbeda.hal ini disebabkan karena sifat dan karakter darat dan laut yang berbeda. karakter penguasaan wilayah daratan adalah pendudukan dimana dalam pendudukan wilayah darat ini tentu dikonstruksikan batas-batas penguasaannya dan senantiasa dapat dilakukan pengawasan terhadap kelangsungan dari batas=batas tersebut. Hal ini berbeda dengan laut dimana laut sangat jelas tidak dapat diduduki atau ditetapkan suatu batas. Batas yang ada di laut hanyalah berbentuk imaginer. Oleh karena itu karakter penguasaan laut adalah pengendalian. Pengendalian laut ini didefinisikan sebagai kemampuan mewujudkan keamanan terhadap kepentingan sendiri di laut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tinjauan Serangan Pearl Harbour

Implementasi Pemberdayaan Wilayah Pertahanan laut di Wilayah Kerja koarmabar Guna Mendukung Pertahanan dan Keamanan Nasional Dalam Rangka Mewujudkan Poros Maritim Dunia

Tinjauan Konflik Serbia-Kosovo