Implementasi Pemberdayaan Wilayah Pertahanan laut di Wilayah Kerja koarmabar Guna Mendukung Pertahanan dan Keamanan Nasional Dalam Rangka Mewujudkan Poros Maritim Dunia
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Umum. Negara
Indonesia secara geografis merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang
memiliki luas wilayah 5.193.250 km, terdiri dari daratan seluas 1.919.440 km2
dan lautan seluas 3.273.810 km2. Jumlah pulau yang terdapat di Indonesia adalah
sebanyak 17.449 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km. Kesatuan
geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional tersebut merupakan
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang secara sebagian atau
keseluruhan dapat digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan pertahanan
negara, baik pada masa damai maupun dalam keadaan perang. Pada masa damai,
wilayah NKRI digunakan sebagai wilayah pertahanan untuk kepentingan pembangunan
dan pembinaan kemampuan pertahanan sebagai perwujudan daya tangkal bangsa,
sedangkan dalam keadaan perang, wilayah NKRI digunakan sebagai wilayah
pertahanan untuk kepentingan perang. Di dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 68 Tahun 2014 tentang Penataan Wilayah Pertahanan Negara
disebutkan bahwa wilayah pertahanan merupakan wilayah yang ditetapkan untuk
mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan keutuhan
bangsa dan negara. Wilayah pertahanan tersebut meliputi wilayah pertahanan
darat, wilayah pertahanan laut dan wilayah pertahanan udara yang terdiri dari
pangkalan militer atau kesatrian, daerah latihan militer, instalasi militer,
daerah uji coba peralatan dan persenjataan militer, daerah penyimpanan barang
eksplosif dan berbahaya lainnya, daerah disposal
amunisi dan peralatan pertahanan berbahaya lainnya, obyek vital nasional yang
bersifat strategis, dan/atau kepentingan pertahanan udara. Implementasi dari
penataan wilayah pertahanan tersebut meliputi penetapan wilayah pertahanan,
perencanaan wilayah pertahanan, pemanfaatan wilayah pertahanan, serta pengendalian
pemanfaatan wilayah pertahanan.
Komando
Armada RI Kawasan Barat atau Koarmabar sebagai bagian dari TNI Angkatan Laut
telah diamanatkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004
tentang Tentara Nasional Indonesia, untuk berperan sebagai alat negara di
bidang pertahanan yang melaksanakan tugas-tugas diantaranya adalah pemberdayaan
wilayah pertahanan laut. Pemberdayaan wilayah pertahanan laut merupakan
kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka menyiapkan segenap potensi maritim yang
ada untuk menjadi kekuatan pertahanan nasional sesuai dengan sistem pertahanan
yang bersifat semesta, yang pada intinya adalah penguatan di bidang maritim
sebagai upaya untuk mewujudkan kekuatan penangkal awal dalam menghadapi ancaman
dan gangguan yang dapat menghambat pembangunan nasional. Koarmabar sendiri
memiliki tanggung jawab wilayah kerja di perairan barat Indonesia, dimana
selain sebagai Komando Utama Operasi (Kotama Ops) yang bertugas
menyelenggarakan operasi laut baik dalam rangka Operasi Militer Perang (OMP)
maupun Operasi Militer Selain Perang (OMSP), Koarmabar juga merupakan Komando
Utama Pembinaan (Kotama Bin) yang salah satu tugasnya adalah membina potensi
maritim menjadi kekuatan pertahanan dan keamanan negara di laut. Penguatan di
bidang maritim tersebut sejalan dengan visi dan misi pemerintah Republik
Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dalam rangka percepatan
pembangunan nasional yang dituangkan
dalam 9 agenda prioritas atau yang dikenal dengan istilah “Nawacita” dimana
prioritas pertamanya adalah menghadirkan kembali negara untuk melindungi
segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui
politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan
pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan
nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim, serta prioritas
ketiga yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah
dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Di samping itu, penguatan maritim
tersebut juga sesuai dengan visi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, yaitu
untuk menjadikan Indonesia sebagai sebuah negara maritim yang berdaulat, maju,
mandiri, kuat, serta mampu memberikan kontribusi positif bagi keamanan dan
perdamaian kawasan dan dunia sesuai dengan kepentingan nasional.
Mengacu
pada kondisi tersebut di atas, implementasi dari pemberdayaan wilayah
pertahanan laut khususnya bagi Koarmabar di wilayah perairan barat Indonesia
harus dilaksanakan implementasi strategi pertahanan laut nusantara yang harus
dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, serta secara komprehensif dan
terintegrasi, dalam rangka pertahanan dan keamanan nasional untuk menjaga
kepentingan nasional bangsa Indonesia yang pada akhirnya akan mengarah pada
perwujudan cita-cita dan tujuan nasional Indonesia.
2.
Maksud dan Tujuan.
a.
Maksud penulisan makalah ini adalah sebagai
kajian terhadap implementasi pemberdayaan wilayah pertahan laut di wilayah
kerja Komando Armada RI Kawasan Barat guna mendukung pertahanan dan keamanan
nasional dalam rangka mewujudkan poros maritime dunia.
b.
Tujuan penulisan makalah ini sebagai masukan
serta pemikiran dalam menyusun kebijakan tentang pola pemberdayaan wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia secara efektif dan dapat berkelanjutan untuk
kepentingan pertahanan dan keamanan nasional.
3.
Ruang Lingkup dan Tata
Urut.
a.
Ruang lingkup makalah
ini meliputi pembahasan mengenai strategi implementasi pemberdayaan wilayah
pertahanan laut di wilayah kerja Komando Armada RI Kawasan Barat.
b.
Tata urut dalam makalah ini disusun sebagai
berikut:
1)
Bab I Pendahuluan.
2)
Bab II Latar
Belakang Pemikiran.
3)
Bab III Pembahasan.
4)
Bab IV Penutup.
4.
Dasar.
a.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
b.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34
Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
c.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
d.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.
e.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 68 Tahun 2014 tentang Penataan Wilayah Pertahanan Negara.
f.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
62 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia.
g.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia.
h.
Perpang TNI No Perpang/45/VI/2010 tanggal
15 Juni 2010 tentang Doktri TNI “Tri
Dharma Eka Karma” (Tridek)
i.
Doktrin TNI Angkatan Laut “Eka Sasana Jaya”
BAB II
LATAR BELAKANG PEMIKIRAN
5.
Tugas Koarmabar
Poros
maritim dunia sebagai kebijakan pemerintah merupakan representasi wawasan
nusantara secara praktis. Perwujudan poros maritim dunia ini hanya dapat
dicapai salah satunya adalah terwujudnya pertahanan dan keamanan nasional yang
tentu saja secara umum lebih tepat dibobotkan pada wilayah maritim karena
dominasi wilayah perairan. Pertahanan dan keamanan nasional merupakan salah
satu komponen yang merepresentasikan kekuatan nasional dalam menghadapi setiap
bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan terhadap kedaulatan negara.
Sebagai komponen pertahanan dan keamanan maka segala upaya harus dapat
diarahkan untuk mendukung penyelenggaraan tugas-tugasnya yang meliputi kegiatan
pembinaan kemampuan dan kekuatan alutsista serta segala potensi sumber daya
eksternal lainnya.
Potensi
eksternal adalah potensi dari sumber daya tidak langsung (bukan alutsista) yang
dapat dimanfaatkan untuk mendukung pelaksanaan operasi dari alutsista. Sumber
daya eksternal ini mencakup seluruh sumber daya yang potensial terkait termasuk
dalam hal ini adalah semua sumber daya yang berada dalam lingkungan maritim,
yang meliputi masyarakat pesisir termasuk nelayan, dan pelaku industri jasa
maritim, serta berbagai organisasi non pemerintahan (LSM) lainnya yang bergerak
di bidang maritim.
Koarmabar
merupakan kotama TNI AL yang menjalankan fungsi pembinaan dan penggunaan
kekuatan TNI AL di wilayah kerja Koarmabar. Implementasi fungsi ini tidak lepas
dari tugas pokok yang harus dilaksanakan yaitu menyelenggarakan operasi laut
dalam rangka OMP / OMSP dan membina kesiapan, kemampuan dan kekuatan SSAT dan
dalam melaksanakan tugasnya. Pada hakekatnya tugas koarmabar adalah mendukung
tugas TNI AL meliputi pelaksanaan tugas pertahanan, penegakkan hukum dan
kedaulatan, diplomasi untuk dukung politik luar negeri, membangun dan
mengembangkan kekuatan TNI AL dan memberdayakan wilayah maritim untuk
pertahanan sebagaimana tercantum dalam pasal 9 UU No.34 tahun 2004 tentang TNI.
Tiga
tugas pertama merupakan upaya mewujudkan peran universal angkatan laut yang
memang disadari sangat penting dalam menjamin kepentingan nasional di seluruh
dunia. Sedangkan dua tugas terakhir merupakan konsekuensi dan tuntutan untuk
meningkatkan kemampuan dan kekuatan dalam menghadapi tantangan dan ancaman
global yang semakin kompleks, uncertainty dan unconventional sehingga
membutuhkan keterlibatan seluruh komponen maritim. Hal ini selaras dengan teori
A.T. Mahan bahwa kekuatan laut sangat penting bagi kejayaan suatu bangsa.
Dengan
melihat hubungan positif antara teori Mahan ini dengan tugas pertahanan dan
keamanan negara, maka dapat dipahami bahwa Koarmabar perlu menyusun strategi
pemberdayaan potensi maritim dalam rangka pemberdayaan wilayah pertahanan laut
menjadi kekuatan maritim yang handal dan mampu mendukung pelaksanaan
operasi-operasi laut untuk menegakkan hukum dan kedaulatan negara di laut.
6.
Teori
Sea Power
Elemen
kekuatan laut dalam konsep Mahan tidak sekedar berbicara tentang kekuatan
militer tetapi lebih luas, universal dan tanpa batas waktu. 6 elemen kekuatan
laut antara lain letak geografi (geographical
position), bangun muka bumi (physical
conformation), luas wilayah (extent
of territory), karakter masyarakat (character
of the people), jumlah penduduk (number
of population), dan karakter pemerintah (character of government). Dari enam elemen diatas, 3 elemen pertama
bersifat given dan menjadi faktor
eksternal yang menciptakan peluang sekaligus ancaman. Sedangkan 3 elemen
berikutnya merupakan faktor internal yang perlu mendapatkan treatment agar
berdayaguna secara maksimal.
Dalam
rangka membangun kejayaannya, suatu negara harus mampu memberdayakan seluruh
elemen tersebut yang saling berkaitan satu sama lain. Keuntungan geografis yang
dimiliki tidak akan berdampak apabila tidak didukung dengan bangun muka bumi
yang dapat dipergunakan mendukung pembangunan dermaga atau pelabuhan, sumber
daya alam yang memadai dan iklim serta cuaca yang mendukung. Panjang garis
pantai yang dapat digunakan untuk membangun pelabuhan, disisi lain dapat
dimanfaatkan oleh pihak lawan untuk melakukan penetrasi ke wilayah kedaulatan
sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut suatu negara harus memiliki angkatan
laut yang kuat dan memiliki hubungan perdagangan yang menguntungkan sebagai
pondasi perekonomian dalam upaya mewujudkan postur kekuatan laut yang
diharapkan.
Karakter
masyarakat maritim akan mendorong untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi
sumber daya alam kelautan secara optimal sehingga akan mendorong peningkatan
aktifitas ekonomi dan kesejahteraan. Tentu saja hal ini harus didukung oleh
kapasitas sumber daya manusianya baik terkait dengan kualitas maupun
kuantitasnya. Upaya pemerintah untuk melakukan treatment inilah yang dibutuhkan
untuk membangun kapasitas masyarakat maritim. Dari uraian diatas dapat dilihat
bahwa tugas pokok koarmabar merupakan penjabaran tugas TNI AL yang menunjukkan
atensi dan dukungan penuh terhadap elemen kekuatan maritim tersebut.
7.
Banglingstra
dan Kondisi Kamla
Perkembangan situasi global sebagai dampak arus globalisasi berjalan
semakin cepat dan akan meningkatkan interdependensi antarnegara, serta telah
memengaruhi kebijakan geopolitik, geoekonomi, geostrategis negara-negara di
dunia sebagai upaya untuk menjaga kepentingan nasionalnya. Permasalahan global
akan semakin kompleks seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta kelangkaan pangan dan energi dunia sehingga berpengaruh
terhadap stabilitas keamanan suatu negara.
Perkembangan
lingkungan strategis (Lingstra) pada tataran global, regional, dan nasional
yang berlangsung cepat dan dinamis dapat berpengaruh terhadap geopolitik dan
geoekonomi suatu Negara serta memberikan multiplier
effect. Perkembangan Lingstra berubah seiring dengan meningkatnya jumlah
penduduk, terjadinya kelangkaan energi, meningkatnya kebutuhan pangan serta
meningkatnya aksi terorisme baik pada tataran global, regional maupun nasional.
Akumulasi dari berbagai persoalan tersebut di atas, berpengaruh terhadap pengelolaan
dan penyelenggaraan pertahanan negara. Kondisi ini sangat memengaruhi pola dan
bentuk ancaman yang semakin kompleks dan multidimensional, berupa ancaman
militer dan ancaman nonmiliter, baik yang datang dari luar negeri maupun dalam
negeri yang dapat membahayakan kedaulatan dan keutuhan NKRI.
Perairan
Indonesia bagian barat yang
merupakan wilayah kerja Koarmabar merupakan jalur pelayaran yang ramai dilalui oleh kapal perang, kapal niaga maupun kapal ikan. Posisi strategis tersebut menjadikan perairan barat khususnya Selat Malaka, Selat Singapura (Perairan
Kepulauan Riau) dan ALKI-I memiliki tingkat kerawanan yang sangat tinggi
terhadap kegiatan-kegiatan pelanggaran kedaulatan dan pelanggaran
keamanan di laut yang dapat
mengganggu stabilitas keamanan dan keutuhan NKRI. Selama tahun 2016, tercatat 481 kali ancaman
keamanan di laut.
NO
|
JENIS
|
TH.
2015
|
TH. 2016
|
KET
|
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|
1.
|
Perompakan
|
76 kali
|
18 kali
|
Turun
|
|
2.
|
Pencurian
|
16 kali
|
8 kali
|
Turun
|
|
3.
|
Sabotase
|
-
|
-
|
-
|
|
4.
|
Terorisme
|
-
|
-
|
-
|
|
5.
|
Gar. Perikanan
|
35 kali
|
94 kali
|
Naik
|
|
6.
|
Dup. Kayu
|
-
|
7 kali
|
Naik
|
|
7.
|
Dup. Barang Tambang
|
2 kali
|
12 kali
|
Naik
|
|
8.
|
Dup. Komoditi
|
5 kali
|
53 kali
|
Naik
|
|
9.
|
Dup. Senjata dan Handak
|
-
|
-
|
-
|
|
10.
|
Dup. Narkoba
|
-
|
10 kali
|
Naik
|
|
11.
|
Perdagangan Manusia
|
-
|
-
|
-
|
|
12.
|
Imigran gelap
|
9 kali
|
3 kali
|
Turun
|
|
13.
|
TKI Ilegal
|
2 kali
|
13 kali
|
Naik
|
|
14.
|
Survei hidros ilegal
|
-
|
1 kali
|
Naik
|
|
15.
|
BMKT
|
1 kali
|
1 kali
|
Tetap
|
|
16.
|
Gartur Pelayaran
|
15 kali
|
71 kali
|
Naik
|
|
17.
|
Pencemaran Lingk.
|
2 kali
|
1 kali
|
Turun
|
|
18.
|
Perusakan SDL
|
5 kali
|
6 kali
|
Naik
|
|
19.
|
Kecelakaan Laut
|
182 kali
|
180 kali
|
Turun
|
|
20.
|
Pelanggaran Kedaulatan
|
1 kali
|
3 kali
|
Naik
|
|
JUMLAH
|
|
351 kali
|
481 kali
|
Naik
|
|
8.
Pemberdayaan
Wilayah. Pemberdayaan
wilayah dalam rangka pertahanan dan keamanan nasional dilakukan sebagai upaya
untuk mewujudkan kekuatan penangkal awal dalam menghadapi ancaman dan gangguan
yang dapat menghambat pembangunan nasional. Penyiapan wilayah pertahanan dan
keamanan dilakukan oleh pemerintah secara dini meliputi ruang juang, alat juang
dan kondisi juang. Penyiapan tata ruang wilayah dalam rangka pembangunan
nasional di daerah tidak boleh mengabaikan kepentingan pertahanan dan keamanan
sebagai ruang juang karena mengandung kerawanan di kemudian hari, keduanya
haruslah dilaksanakan secara sinergis agar aspek pertahanan dan keamanan terakomodir
dalam perencanaan pembangunan di daerah. Di sisi lain penataan ruang
diselenggarakan dengan tetap memperhatikan kondisi fisik wilayah NKRI yang
rentan terhadap bencana, kondisi potensi sumber daya alam, sumber daya manusia,
sumber daya alam, sumber daya buatan, serta kondisi geostrategi, geopolitik dan
geoekonomi. Kesimpulannya bahwa pemberdayaan wilayah harus melihat kondisi
ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup,
serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan.
9.
Strategi
Pertahanan Laut Nusantara.
Strategi
pertahanan laut nusantara merupakan doktrin perang laut TNI AL yang dipakai
sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas dan fungsi TNI AL sebagai bagian dari
komponen utama pertahanan negara. Sasaran yang ingin dicapai oleh SPLN adalah
tercegahnya niat dari pihak-pihak yang akan mengganggu kedaulatan negara dan
keutuhan wilayah NKRI, tertanggulanginya setiap bentuk ancaman aspek laut serta
berbagai bentuk gangguan keamanan dalam negeri dan pemberontakan bersenjata di
wilayah NKRI, hingga terciptanya kondisi laut yurisdiksi nasional yang
terkendali. Untuk mewujudkan ketiga sasaran tersebut, diterapkan SPLN yang
didasarkan pada strategi pertahanan berlapis berlapis (defence in depth) mulai darI Medan Penyanggah yaitu diluar batas
ZEEI, medan pertahanan mulai dari ZEEI sampai dengan batas territorial dan
Medan Perlawanan dengan batas territorial dengan seluruh wilayah perairan dalam
dan daratannya.
SPLN meliputi
strategi penangkalan, strategi pertahanan berlapis yang terdiri dari medan
pertahanan penyangga, medan pertahanan utama dan medan perlawanan, serta
strategi pengendalian laut, dan strategi pengendalian laut. Dalam rangka
mengendalikan laut maka Koarmabar melaksanakan gelar kekuatan baik gelar
permanen maupun gelar penindakan dalam rangka menanggulangi ancaman-ancaman
yang terjadi di daerah wilayah pertahanan laut baik terhadap ancaman yang
bersifat potensial maupun terhadap ancaman yang bersifat faktual.
BAB III
PEMBAHASAN
10. Umum. Sesuai dengan Doktrin TNI Angkatan
Laut Eka Sasana Jaya, pemberdayaan wilayah pertahanan laut adalah kemampuan TNI
Angkatan Laut untuk memelihara dan meningkatkan kemampuan tangkal, deteksi dan
cegah dini terhadap berbagai perkembangan situasi dan kondisi yang dapat
mengganggu stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara dengan memberdayakan
kemampuan seluruh sumber daya wilayah laut dan kekuatan pendukungnya. Hal ini
sangat penting mengingat wilayah pertahanan laut merupakan medan juang yang
harus dipersiapkan pada masa damai agar mampu memberikan dukungan di masa
perang. Kesiapan wilayah pertahanan laut ditujukan untuk membentuk sistem
pertahanan yang bersifat kesemestaan serta memberikan nilai tambah berupa daya
dan kekuatan tangkal balik keluar maupun kedalam. Untuk itu pemberdayaan
wilayah pertahanan laut dilaksanakan secara bertahap dalam bentuk upaya bela
negara oleh masyarakat, menyiapkan komponen cadangan dan komponen pendukung
matra laut, yang disesuaikan dengan tingkat kematangan/kesiapan dari potensi
maritim nasional yang ada.
Koarmabar
di dalam penyelenggaraan pemberdayaan wilayah pertahanan laut mempunyai
tanggung jawab kawasan perairan yang membentang dari
Perairan Sabang ke selatan hingga Selat Sunda dan sebagian Pantai Selatan Jawa,
ke timur melalui Selat Malaka hingga Laut Natuna dan sebagian Laut Jawa.
Beberapa hal terkait dengan wilayah kerja Koarmabar yang membutuhkan perhatian
serius adalah kewajiban Indonesia sebagai negara kepulauan dalam menciptakan
keamanan bagi hak lintas damai dan hak lintas alur laut kepulauan. Indonesia
memiliki empat selat strategis dunia sebagai jalur perhubungan laut, dua
diantaranya berada di perairan wilayah kerja Koarmabar yaitu Selat Malaka yang
merupakan rute terpendek yang menghubungkan Samudera Hindia dengan Samudera
Pasifik, dan Selat Sunda yang menghubungkan antara Samudera Hindia dengan Laut
Cina Selatan. Dengan wilayah kerja yang luas dan cukup strategis bagi
kepentingan ekonomi nasional dan bahkan dunia serta adanya kerawanan terhadap
tindak kejahatan transnasional khususnya di Selat Malaka, Koarmabar harus dapat
mengimplementasikan pemberdayaan wilayah pertahanan laut di wilayah kerjanya
melalui penataan wilayah pertahanan, penggelaran kekuatan dan pembinaan potensi
maritim dalam rangka pertahanan dan keamanan nasional.
11. Pokok-pokok permasalahan.
Gambar 1. Peta wilayah kerja ( = wilayah kerja Koarmabar, = wilayah kerja Koarmatim)
|
10.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi.
Dalam upaya mewujudkan tugas pokok
Koarmabar dan TNI AL untuk mendukung elemen kekuatan maritim menjadi kekuatan
potensial yang dapat diberdayakan untuk wilayah pertahanan, beberapa faktor
sangat berpengaruh yang antara lain :
a.
Faktor internal
1)
Kekuatan
a)
Pola operasi merupakan cara atau ways yang efektif dalam
mengimplementasikan strategi operasi pengamanan laut dari berbagai bentuk
tantangan dan ancaman.
b)
Gelar permanen & dukungan merupakan
bentuk pengerahan kekuatan secara permanen atau tetap pada lokasi-lokasi
strategis yang berfungsi sebagai dukungan terhadap pelaksanaan gelar dan pola
operasi.
c)
Kuasai/Kenal Medan merupakan bentuk
keuntungan operasi dan taktis karena dapat dieksploitasi untuk memberikan ruang
manuver yang menguntungkan sendiri dan merugikan pihak lawan.
d)
Kebijakan Minimum Essential Forces menjadi
pedoman dalam pengembangan kekuatan untuk menghadapi potensi ancaman terhadap
kedaulatan negara meliputi pembangunan seluruh sumber daya yang dimiliki
seperti alutsista, SDM, dan pangkalan-pangkalan.
e)
Validasi organisasi TNI Angkatan Laut
diwujudkan dengan membentuk Spotmar yang menyelenggarakan fungsi di bidang
potensi maritime dalam rangka menyiapkan Ruang, ALat, dan Kondisi (RAK) Juang
yang tangguh bagi kepentingan pertahanan negara aspek laut.
2)
Kelemahan
a)
Rasio coverage
rendah disebabkan oleh jumlah alutsista yang kurang sebanding dengan luas
wilayah perairan yang harus dikuasai dan dikendalikan secara penuh bagi
kepentingan sendiri dan mencegah keuntungan bagi lawan.
b)
Keterbatasan anggaran yang disebabkan
adanya prioritas anggaran untuk kepentingan pembangunan yang holistik
dihadapkan dengan kondisi pembangunan ekonomi yang masih terfokus pada upaya
meningkatkan daya dukung sosial masyarakat.
c)
Kemampuan dukungan logistik belum merata
disebabkan keterbatasan sarana dan prasarana pelabuhan, alat transportasi atau
angkut, jarak dan rute serta kapasitas dan kemampuan dukungan logistik yang
tersedia di wilayah.
d)
Terbatasnya sarana
tranportasi yang ada khususnya transportasi laut di Satkowil jajaran
Koarmabar masih relatif kurang
dibandingkan dengan luasnya wilayah tanggung jawab dan tugas dalam pelaksanaan
pembinaan potensi Maritim, sehingga kurang sepenuhnya dapat proaktif dalam
menyikapi perkembangan Binpotnaskuatmar di jajaran Koarmabar dan
Satkowil jajarannya.
e)
belum maksimalnya kemampuan SDM Binpotnaskuatmar Koarmabar dan Satkowil jajarannya yang memadai.
b.
Faktor eksternal
1)
Peluang
a)
Kerjasama bilateral & regional
merupakan salah satu bentuk kondisi yang sangat berpeluang dalam memberikan
dukungan dan kerjasama dalam rangka mendorong kepentingan nasional
masing-masing yang saling menguntungkan.
b)
Arti strategis Indonesia bagi kepentingan
nasional negara lain sebagai dampak dari kondisi geografis membawa pengaruh
pada "niat" negara-negara tersebut untuk mendukung terciptanya
kondisi yang kondusif di Indonesia demi keamanan kepentingan nasionalnya.
c)
Penjabaran kebijakan pemerintah oleh
seluruh stakeholder maritim yang menyelaraskan berbagai upaya-upaya parsial
tersebut sehingga dapat saling memberikan dukungan secara penuh terhadap
kebijakan pemerintah untuk mewujudkan poros maritim dunia.
d)
Terlaksananya
koordinasi yang baik, dengan satker di jajaran Koarmabar maupun dengan instansi
terkait sehingga program kegiatan Binpotmar Koarmabar dan Satkowil jajarannya dapat terlaksana
.
e)
Besarnya sambutan dan
animo masyarakat pesisir, khususnya desa binaan dan para nelayan di wilayah Koarmabar dan Satkowil
jajarannya dalam setiap
kegiatan Bakti TNI AL dan Komsos serta
Ketahanan pangan yang dilaksanakan Koarmabar dan Satkowil
jajarannya, sehingga Program Kerja dan tugas Pokok dapat
terlaksana.
f)
Adanya sambutan dari Pemda dan Instansi terkait lainnya
dalam program pembinaan potensi maritime di wilayah Koarmabar dan Satkowil
jajarannya dalam setiap
kegiatan Bakti TNI AL dan Komsos yang
dilaksanakan sehingga Program Kerja dan tugas Pokok dapat terlaksana.
2)
Ancaman
a)
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang pesat telah menyebabkan interaksi langsung dunia luar dengan masyarakat
pesisir berpotensi masuknya budaya negatif yang destruktif terhadap pola-pola
kemasyarakatan pesisir.
b)
Kondisi usaha nelayan yang masih rendah
laju pertumbuhannya dibandingkan pembangunan sektor lain dapat menyebabkan
hilangnya minat dari masyarakat pesisir atau terjadinya peralihan orientasi
menjadi tidak kelaut lagi.
c)
Keterbatasan akses wilayah pesisir akan
berdampak pada kondisi pembangunan ekonomi dan SDM yang rendah. Rendahnya
tingkat perekonomian disuatu wilayah pesisir akan berpotensi untuk mempengaruhi
SDM untuk terdorong melakukan berbagai aktifitas yang melanggar hukum di laut.
d)
Meskipun ada dorongan untuk mensinergiskan
kegiatan pembangunan dalam rangka mewujudkan poros maritime dunia, sikap ego
sektoral masih cukup sulit untuk dihilangkan dan diminimalisir.
11. Strategi Koarmabar Dalam Implementasi
Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut.
Poros maritim dunia merupakan
kebijakan strategis dari pemerintah yang merupakan implementasi dari keinginan
seluruh bangsa terkait dengan posisi geografis Indonesia yang sangat strategis
bagi tidak saja kepentingan nasional Indonesia namun juga kepentingan nasional
negara-negara dunia pengguna wilayah perairan yurisdiksi nasional Indonesia.
Poros maritim dunia memiliki makna yang luas mencakup jaminan konektifitas
antar pulau, pengembangan industri perkapalan dan perikanan, perbaikan
transportasi laut dan keamanan maritim.
Oleh sebab itu pemerintah kemudian
menjabarkan kedalam program-program utama yaitu penegakkan kedaulatan wilayah
laut NKRI, revitalisasi sektor-sektor ekonomi kelautan, penguatan dan pengembangan
konektifitas maritim, rehabilitasi kerusakan lingkungan dan konversi
biodiversity, serta peningkatan kualitas dan kuantitas SDM kelautan. TNI AL
secara umum dan Koarmabar secara khusus sebagai komponen pertahanan dan
keamanan negara di laut bersama stakeholder lainnya mengambil peran serta
secara aktif dalam rangka mendukung seluruh program kerja pemerintah tersebut.
Dalam upaya mendukung kebijakan
poros maritim dunia ini melalui pemberdayaan potensi maritim menjadi kekuatan
maritim, maka Koarmabar menyusun beberapa strategi yang memungkinkan dihadapkan
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi baik secara internal maupun eksternal
yang ada sehingga dapat disusun beberapa strategi yang kemudian diuraikan lebih
terinci dalam bentuk uraian elemen strategi dan upaya-upaya yang aplikatif
sebagai berikut:
a. Implementasi Western Fleet Quick
Respons (WFQR).
WFQR merupakan sebuah organisasi bentukan yang bertujuan
untuk meningkatkan alertness atau kewaspadaan dan quick reaction atau reaksi
cepat dalam menindak setiap bentuk pelanggaran hukum dan kedaulatan yang
terjadi di laut. Ends atau sasaran
dari WFQR adalah terwujudnya penindakan secara cepat terhadap pelanggaran hukum
dan kedaulatan negara di laut. Untuk mencapai sasaran tersebut maka terdapat means atau sumber daya WFQR yang
meliputi seluruh aset yang dimiliki Lantamal, Lanal dan Koarmabar yang mencakup
unsur patkamla, tim intelijen dan unsur gelar (KRI dan Pesud). Sedangkan ways atau cara yang dilakukan adalah
memperluas akses informasi dan meningkatkan kecepatan reaksi.
Dengan implementasi WFQR diharapkan, dapat menekan niat para
aktor pelaku pelanggaran dan sekaligus memberikan dampak positif bagi
masyarakat pesisir yang mungkin dirugikan dengan aktifitas pelanggaran hukum
dan kedaulatan di laut dan pesisir pantai tersebut. Upaya yang dilaksanakan
dalam rangka mengimplementasikan strategi ini antara lain :
1) Koarmabar meningkatkan kemampuan
pertukaran informasi cepat antar unsur-unsur operasi di lapangan dengan
memanfaatkan semua fasilitas yang ada dan memungkinkan, dan menyusun
penggelaran satuan operasi (KRI dan Pesud).
2) Unsur gelar Koarmabar (KRI dan Pesud)
melaksanakan operasi secara efektif dan efisien dengan menerapkan strategi
operasi units in being atau unsur siaga dengan stdby pada posisi strategis
dekat dengan lokasi potensial pelanggaran.
3) Unsur unit intelijen dari Lantamal dan
Lanal melaksanakan penggalangan, pengumpulan informasi dan penindakan terhadap
pelaku pelanggaran keamanan sedini mungkin atau mengejarnya sejauh mungkin.
4) Unsur unit patkamla dari Lantamal dan
Lanal melaksanakan pemeriksaan, pengejaran, dan penindakan terhadap pelaku
pelanggaran sampai ke lokasi pesisir pantai atau perairan pedalaman (muara dan
sungai) yang tidak terjangkau oleh unsur gelar.
b. Pemberdayaan masyarakat maritim.
Pemberdayaan masyarakat maritim adalah meningkatkan daya
dukung masyarakat pesisir sebagai elemen kekuatan maritim dalam mendukung
pelaksanaan operasi laut yang diselenggarakan Koarmabar. Ends atau sasaran dari
pemberdayaan masyarakat maritim adalah terwujudnya kemampuan dukungan
masyarakat terhadap penyelenggaraan operasi laut TNI AL dengan means atau sarana yang digunakan adalah
personel prajurit TNI AL yang tergabung dalam berbagai satuan kerja (operasi,
intelijen, logistik, dll), peralatan instruksi dan penolong instruksi, dan
alutsista gelar atau patkamla yang tersedia. Sedangkan ways atau cara yang
dilakukan adalah melalui komunikasi sosial, karya bakti dan bakti TNI.
TNI Angkatan Laut juga telah memanfaatkan seoptimal mungkin
dukungan anggaran yang tersedia dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan
pemberdayaan wilayah pertahanan laut. Rincian penggunaan anggaran 2016 dan 2017
adalah sebagai berikut :
Kegiatan
|
2016
|
2017
|
||
TW I
|
TW II
|
TW I
|
TW II
|
|
1. Karya Bakti Matra Laut
|
610.500.000
|
610.500.000
|
740.000.000
|
740.000.000
|
2. Komsos Matra Laut
|
234.075.000
|
234.075.000
|
348.8000.000
|
348.8000.000
|
3. Serbuan Teritorial
|
|
90.600.000
|
-
|
-
|
4. Tahwil
|
|
530.653.000
|
-
|
-
|
Jumlah per triwulan
|
844.575.000
|
1.465.828.000
|
1.088.800.000
|
1.088.800.000
|
Jumlah per tahun
|
2.310.403.000
|
2.177.600.000
|
Upaya yang dilaksanakan dalam rangka mengimplementasikan
strategi ini antara lain:
1) Koarmabar melaksanakan pembinaan SDM,
SDA dan SDB, sarana dan prasarana di wilayah pesisir dan masyarakat maritime
dalam bentuk-bentuk sebagai berikut:
a) Pembinaan SDM dalam bentuk
meningkatkan kecerdasan, meningkatkan kemampuan dan keterampilan bela negara,
rasa nasionalisme, semangat juang, etos kerja, nilai-nilai bangsa dengan
memperhatikan kondisi dan situasi, serta kebutuhan daerah.
b) Pembinaan SDA dan SDB dalam bentuk
kegiatan inventarisir, pendataan, penyiapan dan pemeliharaan serta pengumpulan
dan pemutahiran data SDA/SDB berkoordinasi dengan Satkowil, Lembaga
Kementerian, Lembaga Pemerintah Non Kementerian dan swasta setempat.
c) Pembinaan Sarana dan Prasarana
dilaksanakan sebagai alat penunjang untuk kepentingan pertahanan Negara dalam
rangka mendukung kepentingan nasional dan dapat ditranformasikan sebagai
komponen pertahanan laut.
2) Koarmabar memberikan dukungan personel,
material dan anggaran pada setiap kegiatan penyelenggaraan pemberdayaan
masyarakat pesisir yang dilaksanakan oleh Lantamal, Lanal dan Dispotmararmabar,
melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan setiap kegiatan, mendorong kreatifitas
metode pelaksanaan.
3) Koarmabar melalui Dispotmar bersama
dengan Lantamal dan Lanal di bawah jajaran Koarmabar merencanakan dan
melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan melalui kegiatan Komsos
(komunikasi sosial), Bakti TNI AL, dan Bintahwil dalam bentuk sebagai berikut:
a) Penyelenggaraan komsos dalam bentuk
ceramah-ceramah kepada masyarakat pesisir dalam rangka menyiapkan Alat Juang
yaitu SDM untuk mendukung pertahanan negara.
b) Penyelenggaraan Bakti TNI AL dalam
bentuk membantu pemerintah dalam percepatan pembangunan di wilayah, membantu
penyelenggaraan kegiatan bantuan kemanusiaan untuk menangani masalah-masalah
sosial atas permintaan instansi terkait dan atau inisiatif sendiri serta
menyiapkan Ruang Juang untuk pertahanan negara.
c) Penyelenggaraan bintahwil untuk
mewujudkan kekuatan pendukung pertahanan laut, dalam semua aspek kehidupan (ipoleksosbudhankam)
dan keterampilan yang meliputi meliputi:
(1) kegiatan ketahanan pangan, dengan
memberikan pelatihan, memotivasi dan mengajak masyarakat bahu membahu
memfaatkan lahan yang ada untuk melaksanakan kegiatan pertanian dengan
penanaman/berkebun (pemanfatan lahan dengan berkebun di halaman rumah/perkantoran dan berkebun secara bioponik).
(2) Kegiatan merajut potensi maritim budidaya
perikanan, dengan memberikan pelatihan perikanan (pembesaran ikan di kolam empang, kolam viber
dan kolam terpal, kerambah, serta penanaman rumput laut.).
3) Lantamal dan Lanal melaksanakan
inventarisasi potensi-potensi yang dimiliki oleh masyarakat pesisir dalam
wilayah kerjanya yang dapat diberdayakan untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat pesisir dalam mendukung kebutuhan informasi dan logistik bagi
pelaksanaan operasi TNI AL, mempelajari metode dan mengimplementasikan dalam
proses pemberdayaan masyarakat pesisir, dan memanfaatkan secara aktif potensi
yang ada di masyarakat pesisir untuk kepentingan operasi laut TNI AL.
4) Koarmabar, Lantamal dan Lanal
melaksanakan evaluasi terhadap hasil pelaksanaan, dan menyusun rencana-rencana
yang telah dikembangkan untuk meningkatkan hasil dari setiap kegiatan pembinaan
potensi maritime.
5) Koarmabar melalui penggelaran permanen
pangkalan di wilayah kerjanya melaksanakan koordinasi dengan pemerintah daerah
setempat dengan penyelenggaraan program-program yang telah disusun secara
sinergis dalam rangka mendukung aktifitas pembangunan pemerintah daerah.
6) Koarmabar dalam hal ini melalui pangkalan-pangkalan
yang telah tergelar juga melaksanakan inisiasi dan upaya untuk terlibat bersama
pemerintahan daerah untuk melakukan upaya penataan wilayah-wilayah pertahanan
yang digunakan untuk kepentingan pertahanan Negara yang dapat disusun dalam Rencana
Wilayah Pertahanan (RWP) dan Rencana Rinci Wilayah Pertahanan (RWPP) sesuia
dengan PP No. 68 tahun 2014.
c. Pembinaan industri dan jasa bidang
maritim.
Pembinaan industri dan jasa bidang maritim adalah
penyempurnaan, pembaharuan dan optimalisasi dari usaha, tindakan, proses dan
cara agar memperoleh hasil yang lebih baik satu sama lain (simbiosis
mutualisme) antara industri dan jasa maritim dengan TNI AL sehingga pada saat
dibutuhkan, dapat dimanfaatkan untuk mendukung pelaksanaan tugas dari TNI AL. Ends atau sasaran dari pembinaan
industri dan jasa bidang maritim adalah terbinanya hubungan positif TNI AL
dengan kelompok industri dan jasa bidang maritim. Means atau sarana yang digunakan adalah prajurit TNI AL, sarana
komunikasi, peralatan dan ruang pendukung interaksi lainnya. Sedangkan ways atau cara yang digunakan adalah
meningkatkan komunikasi sosial dan kerjasama dalam bidang pengadaan dan
perawatan alutsista.
Upaya yang dilaksanakan dalam rangka mengimplementasikan
strategi ini antara lain:
1) Koarmabar mendorong pelibatan industri
dan jasa maritim dalam setiap kegiatan pengadaan dan pemeliharaan alutsista dan
peralatan pendukung lainnya secara optimal, transparan dan akuntabel,
memberikan evaluasi dan masukan atas kinerja kerjasama yang telah diselenggarakan,
dan mendorong kinerja dari Injasmar.
2) Satuan atau unit operasi melaksanakan
pengawasan melekat terhadap pelaksanaan kegiatan pengadaan dan pemeliharaan
alutsista yang dikerjakan oleh injasmar.
3) Koarmabar dan Injasmar membangun
saling percaya dan kesepahaman dalam memberikan prioritas mendukung pelaksanaan
tugas dari TNI AL untuk mempertahankan hukum dan kedaulatan negara di laut.
4) Lantamal/Lanal melakukan inventarisasi
industri dan jasa bidang maritim untuk kemudian melakukan interaksi dan komunikasi
yang intensif dalam berbagai tingkat untuk membangun saling kesepahaman.
5) Pelibatan Lantamal/Lanal dan industri
jasa bidang maritim dalam berbagai kegiatan bersama merupakan salah satu upaya
penting dalam rangka membangun saling percaya.
d. Optimalisasi gelar operasi.
Optimalisasi
gelar operasi adalah upaya mengefektifkan sasaran kehadiran di laut sekaligus
meningkatkan profesionalisme serta kemampuan prajurit dan mengefisiensikan
penggunaan sumber daya yang tersedia. Ends atau sasaran dari strategi ini
adalah terwujudnya optimalisasi gelar unsur Koarmabar dengan means atau sumber
daya adalah SSAT yang meliputi KRI, Pesud, Pangkalan dan Marinir. Sedangkan ways atau cara yang digunakan adalah
penentuan area rawan selektif, optimalisasi penggunaan bahan bakar dan suku
cadang bagi satuan atau unsur operasi, meningkatkan kemampuan pangkalan dalam
duklog operasi.
Optimalisasi
gelar operasi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan rasa aman bagi para nelayan
yang melakukan penangkapan ikan dari bahaya perompakan dan pembajakan atau
sengketa perikanan lainnya. Upaya yang dilaksanakan dalam rangka
mengimplementasikan strategi ini antara lain :
1) Koarmabar menyusun pola operasi yang
efektif dan efisien, melakukan analisis untuk menentukan wilayah rawan selektif,
dan melakukan penentuan unsur gelar operasi.
2) Lantamal/Lanal menyusun analisis
daerah operasi terkini, menyiapkan kemampuan dukungan pangkalan terhadap satuan
operasi di wilayah kerjanya dan melaksanakan opskamla terbatas untuk menutupi
kekosongan unsur gelar di wilayah kerjanya.
3) Lantamal/ Lanal melakukan sosialisasi
terkait berbagai peraturan bidang kelautan kepada masyarakat nelayan atau
pesisir sehingga secara tidak langsung akan dapat menekan pelanggaran
potensial.
3) KRI dan Pesud mengimplementasikan pola
operasi yang ditentukan, melaksanakan efisiensi penggunaan bahan bakar dan suku
cadang, meningkatkan information sharing dengan unsur gelar lain, unsur
dukungan, dan komando atas.
4) KRI dan Pesud melakukan komunikasi
secara intensif pada saat melaksanakan patroli dalam rangka mengumpulkan
informasi serta meningkatkan rasa aman secara psikis kepada pengguna laut.
5) Koarmabar melaksanakan peningkatan
status pangkalan melalui peningkatan fasilitas-fasilitas pendukung bagi satuan
tugas operasional.
6) Pembentukan lanal dan posal di
kawasan-kawasan yang bernilai strategis.
7) Penajaman fungsi pos pengamat TNI
Angkatan Laut (posal) sebagai kepanjangan tangan dari pangkalan-pangkalan dalam
mengumpulkan data dan informasi.
8) Koarmabar bekerja sama dengan instansi
lain baik pemerintah daan swasta nasional dalam rangka pemenuhan kebutuhan
logistik bagi satuan-satuan operasional di lapangan.
BAB IV
PENUTUP
12.
Kesimpulan.
a.
Penataan Ruang Wilayah Pertahanan di
wilayah kerja Koarmabar masih harus disinergikan dengan pemerintah daerah untuk
ditata sebagai wilayah bagi kepentingan pertahanan negara.
b.
Strategi Koarmabar dalam pemberdayaan
wilayah pertahanan mengacu pada strategi pertahanan laut nusantara yang terdiri
dari strategi penangkalan, strategi pertahanan berlapis dan strategi
pengendalian laut.
c.
Koarmabar melaksanakan gelar operasi pada
daerah rawan selektif dan gelar pangkalan dalam rangka pemenuhan terhadap
kebutuhan dukungan logistik satuan-satuan operasional di lapangan dalam rangka
melaksanakan fungsi pertahanan di laut.
d.
Koarmabar melaksanakan pembinaan potensi
martitim melalui pemberdayaan masyarakat maritim dan pembinaan potensi angkutan
laut nasional dalam rangka mempersiapan komponen cadangan dan pendukung di
bidang pertahanan laut.
13.
Saran.
a.
Penetapan Rencana Wilayah Pertahanan (RWP)
dan Rencana Rinci Wilayah Pertahanan (RRWP) harus mempertimbangkan kondisi
wilayah pertahanan statis maupun dinamis pada saat negara dalam keadaan perang,
serta dapat bersinergi dengan tata kelola wilayah di daerah. TNI Angkatan Laut
hendaknya dilibatkan secara aktif dalam menyusun RWP dan RRWP.
b.
Undang-undang komponen cadangan dan
komponen pendukung sebagai payung hukum dan pedoman bagi pembinaan sumber daya
yang ada perlu untuk segera ditetapkan sebagai landasan dalam mendukung upaya
pertahanan negara.
c.
Pembinaan potensi maritim dimana didalamnya
terdapat pembinaan warnag negara dalam program bela negara harus dilaksanakan
secara berkesinambungan dan terus-menerus, dan pembinaan penyegaran setiap
periode tertentu untuk mencapai tingkat kesiapan sebagai komponen cadangan yang
diharapkan.
d.
Perlunya pemerintah daerah yang dapat berperan aktif dalam bersinergi
dengan kekuatan TNI Angkatan Laut sebagai komponen utama pertahanan dan
instansi armada angkutan laut nasional dan industri jasa maritim sebagai
komponen cadangan dan pendukung, terutama dalam rangka melaksanakan persiapan dan
penyiapan wilayah daerah khususnya di wilayah laut sebagai wilayah pertahanan.
14. Penutup. Demikian makalah ini disusun sebagai
masukan serta pemikiran dalam menyusun kebijakan tentang pola pemberdayaan
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia secara efektif untuk kepentingan
pertahanan dan keamanan nasional.
haloo, apakah kita bisa berkomunikasi via email?
BalasHapussaya ingin menanyakan sesuatu yang berkaitan dengan artikel ini.
Terima kasih
boleh silahkan mas jaja
BalasHapus