Tinjauan Konflik Serbia-Kosovo
1. Pendahuluan
Kawasan Balkan baik secara geopolitik dan geostrategis memiliki posisi penting di Eropa dan dunia internasional. Secara umum kawasan Balkan dan secara khusus negara eks Yugoslavia saat ini menjadi pusat perhatian dunia internasional menyusul dengan apa yang kita kenal BALKANISASI.
BALKANISASI adalah perpecahan negara eks Yugoslavia ( Republik Federal Sosialis Yugoslavia yang terdiri dari Republik-Republik Bagian Serbia, Kroasia, Slovenia, Bosnia Herzegovina , Makedonia dan Montenegro) menjadi negara-negara kecil baru yaitu Republik Federal Yugoslavia terdiri dari Rep.Serbia dan Rep.Montenegro (RFY), Republik Kroasia, Republik Slovenia, Republik Makedonia dan Konfederasi Bosnia Herzegovina. Selanjutnya Republik Federal Yugoslavia berubah menjadi Uni Serbia dan Montenegro.
Pembentukan negara-negara baru tersebut bukan melalui suatu proses alamiah dan berlangsung secara damai, akan tetapi melalui pertikaian akibat lunturnya nasionalisme dan wawasan kebangsaan rakyat yang diikuti konflik bersenjata.
Hingga saat ini negera-negara pecahan eks.Yugoslavia walaupun telah merdeka tetapi mereka masih tergantung dengan negara-negara Barat baik secara politik, ekonomi dan militer, misalnya pemberian bantuan ekonomi, keberadaan pasukan NATO masih tetap tinggal di Bosnia Herzegovina untuk melindungi negara tersebut dari pertikaian bersenjata.
Timbulnya nasionalisme kedaerahan yang sempit tersebut ternyata tidak terlepas dari provokasi negara-negara luar yang memiliki agenda kepentingan di kawasan negara eks.Yugoslavia dengan mengadu domba dan menimbulkan perpecahan melalui isu global seperti demokratisasi, HAM dan lingkungan hidup. Selain politik adu domba yang dikembangkan oleh negara adidaya dan sekutunya juga mengangkat isu agama, suku dan etnik dengan memanfaatkan media massa untuk melakukan propaganda yang sebenarnya merupakan Konsep Perang Modern saat ini.
Situasi yang terjadi di kawasan Balkan patut menjadi pelajaran bagi kita serta menuntut kita untuk selalu waspada dan tidak boleh lengah mengingat situasi dan kondisi di NKRI memiliki beberapa kesamaan dengan negara eks.Yugoslavia di berbagai aspek kehidupan. Letak geografis dan sumber kekayaan alam Indonesia yang melimpah dari dulu merupakan daya tarik tersendiri bagi pihak asing untuk menguasainya demi kepentingan mereka sehingga akan menjadi garapan pihak asing dengan pola-pola perang modern.
2. Sejarah
Yugoslavia terletak di wilayah Balkan, penduduknya berasal dari bangsa Slavia, mereka tinggal di pegunungan Carpatus seperti bangsa Rusia, Cekoslovakia, Rumania dan Bulgaria. Sejarah Yugoslavia dimulai pada abad ke-6, mereka terdiri atas beberapa bangsa kecil yang masing-masing berdiri sendiri, kemudian secara bergantian pernah dijajah oleh bangsa Romawi, Perancis, Austro Hongaria, Turki, Itali dan Jerman.
Pada saat pasukan Turki melakukan invasi ke Yugoslavia tahun 1389 mendapat perlawanan sengit dari etnis Serbia, King of Serbia Stjifan Dusan terbunuh, demikian juga raja Turki tewas dalam pertempuran tersebut.
Akhirnya Serbia kalah perang dalam suatu pertempuran yang terkenal dengan “The battle of Kosovo” di Black Bird Valley. Kekalahan tersebut selalu dikenang oleh bangsa Serbia karena merupakan sejarah hitam Serbia.
Selanjutnya Turki dapat mengembangkan agama Islam di Bosnia Herzegovina, hal tersebut menimbulkan rasa dendam Serbia kepada kelompok Muslim Bosnia. Tahun 1914 Putra Mahkota Kerajaan Austro Hongaria “Archduke Francis Ferdinand” dan istrinya terbunuh oleh “Bosnian Serb Student”, hubungan Serbia – Hongaria memburuk karena Serbia menolak permintaan Hongaria untuk menyelidiki kasus tersebut. Terjadilah perang Serbia – Hongaria, yang kemudian meluas menjadi perang dunia pertama.
Sejarah permasalahan daerah Balkan dimulai sejak kekaisaran Austria-Hongaria dimana setelah dibubarkannya Kekaisaran Austria-Hongaria pada akhir Perang Dunia I (sekitar tahun 1918) maka “Kerajaan Serbia, Kroasia dan Slovenia” didirikan dengan Peter I dari Serbia sebagai raja. Bibit untuk konflik di masa datang sudah ditaburkan mulai saat ini. Serbia menginginkan sebuah negara kesatuan padahal Kroasia menginginkan sebuah federasi. Pada tahun 1928, Kroasia mencoba melepaskan diri setelah seorang anggota parlemen dari Kroasia dibunuh. Raja Alexander, sejak 1921, bereaksi keras dengan membubarkan parlemen dan mencanangkan diktatorialisme.
Pada tahun 1929 nama negara diubah menjadi Yugoslavia (= Slavia Selatan). Raja Yugoslavia, Alexander, dibunuh di Paris, Prancis, oleh kelompok nasionalis ekstrim Makedonia-Kroasia. Tahun 1939 Kroasia mendapatkan lebih banyak otonomi. Selanjutnya pecah Perang Dunia ke 2 dimana Wali Raja Yugoslavia pada saat itu, Pangeran Paul, terpaksa menandatangani persetujuan kerja sama dengan Poros Jerman-Italia-Jepang. Akan tetapi para perwira Serbia yang anti-Jerman berontak dan menggulingkan pemerintahannya. Hitler marah dan menyerang Yugoslavia. Negara Balkan tersebut jatuh dengan cepat, terutama karena etnis-etnik non Serbia banyak yang bergabung dengan para penyerbu.
Setelah menaklukkan negeri itu, Hitler memecah-belah negeri tersebut di bawah pendudukan Poros dan rezim boneka lokal. Atas perintah Hitler, bekas propinsi Kroasia, Bosnia, dan Herzegovina digabungkan ke dalam negara boneka Kroasia sementara wilayah sebagian besar Kosovo, Montenegro Selatan dan Makedonia Barat digabungkan ke dalam Negara Albania Raya.
Penduduk Yugoslavia kemudian bangkit melawan pasukan pendudukan dan bergabung dengan dua kekuatan gerilya utama: kaum Chetnik yang didominasi orang Serbia pendukung raja dan kaum Partisan pimpinan Tito yang komunis. Yugoslavia pada masa ini menjadi medan pertempuran berdarah, di mana penduduknya bukan hanya memerangi pasukan pendudukan Poros namun juga saling membantai antara sesama warga--suatu preseden bagi perang antar etnis tahun 1990-an.
Hal ini terjadi karena adanya tumpang tindih kepentingan antara berperang melawan pendudukan Jerman dan upaya membersihkan negara boneka tertentu dari ras tertentu.
Di Negara Kroasia Merdeka, kaum nasionalis ekstrim Kroasia bekerja sama dengan kaum Muslim Bosnia berusaha membersihkan negara boneka tersebut dari orang-orang Serbia, Yahudi dan Jipsi. Antara tahun 1941-45, kaum Ustasa-Muslim telah membantai 750.000 orang Serbia, 60.000 Yahudi dan 25.000 Jipsi. Pembersihan etnis juga terjadi di Negara Albania Raya, di mana kaum militan Albania mengusir dan membunuh puluhan ribu orang Serbia dan orang Slavia Ortodoks lainnya, terutama di Kosovo dan Makedonia Barat, dan menggantikannya dengan para pendatang Albania dari wilayah Albania. Tragedi ini membuat trauma yang mendalam terhadap bangsa Serbia.
Perjuangan kemerdekaan Yugoslavia dilakukan dengan bergerilya melawan tentara Fasis Jerman. Kelompok militan Serbia “Chetnik” yang terdiri atas tentara kerajaan yang tidak mau menyerah kepada Turki dan Nazi Jerman bahu-membahu dengan Partai Komunis yang dipimpin oleh Tito, pada tanggal 4 Juli 1941 dapat mengusir Fasis Jerman dan sekutunya.
Kemudian pada tanggal 29 September 1943 Tito membentuk “Anti Fasist Counsil for the National Liberation of Yugoslavia”, selanjutnya hari tersebut diresmikan sebagai hari kemerdekaan Yugoslavia.
Tahun 1944 terbentuk 6 negara bagian yaitu Republik Sosialis Serbia, Montenegro, Croatia, Macedonia, Slovenia dan Bosnia Harzegovina. Pada tanggal 7 April 1945 sistem kerajaan dengan negara boneka berganti menjadi “Negara Republik Federasi Rakyat Yugoslavia” untuk mematahkan dominasi politik orang Serbia sebelumnya. Negara ini terdiri dari: Serbia, Kroasia, Slovenia, Bosnia-Herzegovina, Montenegro dan Republik Makedonia serta dua daerah otonom: Kosovo dan Vojvodina.
Tahun 1948 Yugoslavia melepaskan diri dari pengaruh Uni Soviet. Yugoslavia ingin berjalan sendiri dalam melaksanakan paham komunisme dan menjadi salah satu kekuatan vokal dalam pembentukan KTT Negara Non Blok.
Pada tanggal 7 April 1963 kembali terjadi perubahan system negara menjadi Negara Republik Federal Sosialis Yugoslavia hingga pemerintahan Tito berakhir karena meninggal dunia pada 1980.
Sejak Tito meninggal, perbedaan antar etnis mulai nampak, terutama ketika pada akhir tahun 80’an terjadi krisis ekonomi. Diskriminasi terhadap penduduk Serbia dan non Albania lainnya di Kosovo menyebabkan ribuan orang mengungsi dari propinsi tersebut. beberapa negara bagian ingin merdeka, krisis politik memuncak, dan partai komunis yang saat itu berkuasa terpecah. Hal tersebut membuka kembali luka lama orang Serbia dan mendorong terpilihnya Milosevic yang mengajukan program-program nasionalis Serbia sebagai presiden Serbia: status otonom Kosovo dan Vojvodina ditiadakan. Nasionalisme berdasarkan etnisitas menjadi marak. Pada bulan April 1990 diselenggarakan pemilu di negara-negara bagian. Di Slovenia dan Kroasia; daerah terkaya, partai pro kemerdekaan menang. Di Serbia dan Montenegro, partai komunis.
Pada bulan Juni 1991 Slovenia dan Kroasia memproklamasikan kemerdekaan. Tentara Federal (terutama beranggotakan orang Serbia) mengintervensi. Akan tetapi perang di Slovenia hanya berlangsung 7 hari karena penduduk di sana nyaris homogen sehingga tidak ada kepentingan warga Serbia yang terancam. Dibandingkan dengan Slovenia yang memiliki penduduk homogen, perang di Kroasia berlangsung sengit dan lama serta kejam karena ingatan sejarah Perang Dunia II maupun besarnya komunitas Serbia di wilayah tersebut. Ketika Republik Makedonia, negara bagian termiskin, memerdekakan diri, Tentara Federal diam saja.
Pada tanggal 25 September 1991 PBB mengeluarkan resolusi No. 713 dan menyatakan perhatian yang mendalam terhadap negara bekas Yugoslavia, serta meminta semua negara untuk melaksanakan embargo senjata dan perlengkapan militer lainnya. Tanggal 8 Oktober 1991 Sekjen PBB menunjuk Mr. Cyrus Vance (bekas menlu AS) sebagai utusan khusus PBB di bekas negara Yugoslavia dalam rangka penyelesaian konflik. Tindakan konkrit yang diambil adalah dengan dikirimkannya pasukan perdamaian PBB ke negara bekas negara Yugoslavia. Akhirnya pada tanggal 23 November 1991 tercapai persetujuan di Jenewa tentang gencatan senjata dan kesepakatan terhadap pengiriman pasukan perdamaian PBB. Berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 743, tgl. 21 Pebruari 1992 dibentuk UNPROFOR.
Pada bulan Februari 1992, penduduk Muslim dan Kroasia di Bosnia-Herzegovina memilih untuk merdeka. Penduduk Serbia Bosnia menolak hasil tersebut dan berusaha membentuk negara terpisah dengan bantuan Tentara Federal. Dari enam negara bagian hanya Serbia dan Montenegro yang tertinggal. Sekali lagi, perang di Bosnia-Herzegovina berlangsung sengit dan kejam karena alasan trauma sejarah. Pada tahun 1995 perang di Bosnia-Herzegovina berakhir dengan adanya Perjanjian Dayton.
Tahun 1999 pecah pemberontakan orang Albania di Kosovo. Upaya memadamkan pemberontakan tersebut oleh Serbia menyebabkan banjirnya kaum pengungsi Albania ke wilayah tetangga. NATO tanpa mandat PBB menyerang Serbia. Milosevic menyerah dan Kosovo diberikan di bawah pengawasan internasional. Giliran penduduk Serbia yang dibersihkan secara etnis oleh KLA. Kelompok gerilyawan Albania ini juga menghancurkan banyak peninggalan budaya Serbia di Kosovo sebagai jalan menghapuskan jejak orang Serbia di sana. Tujuan utama KLA sendiri adalah menggabungkan Kosovo dan berbagai wilayah Balkan lainnya yang dihuni orang Albania ke dalam suatu Negara Albania Raya, seperti yang terjadi pada masa Perang Dunia II. Pemberontakan orang Albania meluas ke Makedonia, yang sebelumnya dengan tangan terbuka menerima pengungsi Albania dari Kosovo.
Kemudian pada Bulan Oktober 2000 Milosevic mundur setelah Vojislav Kostunica menang pemilu. Milosevic pada bulan Juni 2001 diserahkan kepada Tribunal Yugoslavia. Pada bulan Maret 2002 pemerintah Serbia dan Montenegro sepakat untuk membuat uni yang lebih bebas. Uni Eropa bisa menekankan tidak boleh diadakan referendum kemerdekaan (untuk Montenegro). Sejak tanggal 4 Februari 2003 negara Yugoslavia bernama Serbia Montenegro.
3. Posisi Geopolitik dan Geostrategis
Sebagian besar teritori eks Republik Federal Yugoslavia (RFY) terletak di tengah-tengah pertemuan geopolitik kawasan Balkan, fakta tersebut menunjukkan betapa besarnya arti geopolitik yang dikandung oleh eks.negara RFY. Eks.negara RFY terletak di pertengahan jarak pendek antara wilayah Eropa dan Mediteranian, wilayah-wilayah eks.negara RFY merupakan penghubung antara Eropa dengan Asia Timur Dekat dan Timur Jauh serta Mediteranian sehingga merupakan transit dari Euro-Asia. Eks.negara RFY merupakan wilayah penyangga antara dua pengaruh yakni pengaruh eks. Pakta Warsawa dan pengaruh NATO, serta penghubung atau jembatan antara Eropa dan Turki dan negara-negara di wilayah Timur Tengah.
Disintegrasi eks Yugoslavia yang menciptakan negara-negara pecahan kecil tidak merubah posisi strategis eks.negara RFY bahkan tidak satupun dari negara pecahan eks Yugoslavia mempunyai posisi strategis sentral seperti eks.negara RFY. Komposisi wilayah Yugoslavia yang terdiri dari daratan, laut, pantai, pegunungan, danau dan sungai-sungai yang merupakan komposisi lengkap, menggambarkan negara eks.Yugoslavia memiliki potensi sumber daya alam yang beraneka ragam dan sangat diperlukan dalam pembangunan ekonomi maupun bagi kepentingan pertahanan dan keamanan.
Yugoslavia sekitar 1990.1: Slovenia; 2: Kroasia; 3: Bosnia-Herzegovina; 4: Serbia; 4a: Vojvodina; 4b: Kosovo; 5: Montenegro; 6:Republik Yugoslavia Makedonia; A: Laut Adria
PETA YUGOSLAVIA
4. Analisa Tinjauan Kepentingan Barat di kawasan Balkan dan eks.Yugoslavia
a. Nilai Kosovo dan Metohya bagi AS dan NATO.
Posisi Kosovo dan Metohya (KOSMET) yang terletak di kawasan Balkan persisnya di tengah-tengah wilayah Republik Federal Yugoslavia (RFY) membuat daerah itu sangat penting bagi setiap pihak yang mempunyai ambisi untuk mengontrol kawasan Balkan. Walaupun letak geografisnya agak kurang sentral (lebih dekat ke laut Adriatik dan laut Algea dibanding ke laut Ion dan laut Hitam) namun letak Kosmet dianggap sebagai titik pertemuan koridor-koridor jalur-jalur utama yang strategis.
Posisi KOSMET yang terletak di "Kawasan Tengah" (Central Region) dari semenanjung Balkan yang berada di suatu zona dan dikelilingi oleh garis-garis yang menghubungkan kota-kota di Serbia (Kota Nis), Bulgaria (Kota Sofia), Makedonia (Kota Skopje) dan Kosovo/Serbia (di kota Kosovska-Mitrovica). Sebagai posisi sentral di wilayah Balkan, KOSMET mempunyai arti khusus bagi AS dan NATO dalam rangka pengawasan semenanjung Balkan.
Kehadiran pasukan NATO yang dipimpin oleh Amerika di Kosovo- Metohya ( KOSMET ) dengan memasang pasak di tengah-tengah Balkan ( AS telah membangun kompleks militer secara permanen dengan daya tampung 10.000 personil berikut fasilitas dan peralatan tempurnya) , maka AS dan NATO telah menduduki posisi yang sangat strategis karena memiliki "batu loncatan" untuk akses-akses selanjutnya di kawasan Balkan termasuk ke daerah-daerah yang lebih jauh misalnya bagian Utara dan bagian Timur kawasan Balkan, kawasan laut Hitam dan Kaukasus.
Keberhasilan NATO memantapkan posisinya di Kosovo, merupakan tambahan terhadap posisi-posisi yang sudah didapatkan di Albania, Makedonia dan Bosnia Herzegovina. Penerobosan teritorial dalam struktur Eropa telah terpenuhi ditandai dengan relokasi-relokasi pasukan-pasukan NATO secara mulus dari Eropa Barat ke bagian Eropa Timur dan Tenggara. Demikian pula telah tercipta kontrol atas semua komunikasi penting pada koridor-koridor geostrategis di jembatan Euro-Asia menuju sumber-sumber minyak baik yang lama dan baru. Lebih jauh kemungkinan ambisi Rusia untuk mengkontrol kawasan Balkan dan Laut Tengah menjadi rancu untuk jangka pendek dan panjang mengingat posisi strategis yang sudah diduduki dan dikuasai oleh AS dan sekutunya NATO. Dengan memanfaatkan faktor Islam di kawasan Balkan khusunya di Kosovo-Serbia, AS dan NATO telah berhasil menciptakan kesan seakan-akan berkiblat pada geopolitik pro-Islam di Balkan dan di sisi lain berhasil pula meredam kelompok Muslim radikal yang anti Amerika.
b. Nilai Negara Eks Yugoslavia bagi Koalisi AS.
Setelah Jerman bersatu, nampak ambisi Jerman yang semula hanya raksasa ekonomi ingin menjadi raksasa politik dan militer (mengubah UUD yang melarang pasukan Jerman turut mengadakan kegiatan internasional). Naluri menaklukan dan naluri menjajah Jerman yang pernah dilakukan terhadap negara-negara koloninya pada masa lalu ingin meluaskan sayapnya ke Balkan yang selama ini tidak pernah berhasil dikuasainya semenjak PD-I dan PD-II.
Kawasan Balkan sangat penting artinya bagi Jerman terutama untuk pelemparan hasil-hasil produksi industri Jerman, untuk mendapatkan sumber bahan baku, akses untuk pelabuhan laut panas, maupun kemungkinan pelemparan sampah-sampah nuklir yang semakin menjadi problem akhir-akhir ini serta jalur menuju ke negara-negara sumber minyak di laut Tengah. Hal itu tampak ketika Jerman sangat dominan mensponsori pengakuan internasional terhadap kemerdekaan negara-negara pecahan eks.Yugoslavia.
Kepentingan negara-negara Barat lainnya yang mendukung disintegrasi eks.Yugoslavia adalah untuk menghentikan laju produk-produk industri militer eks.Yugoslavia yang mengancam produk-produk industri militer negara-negara Barat ( konon pada periode tersebut industri militer eks.Yugoslavia termasuk nomor 10 besar di dunia). Produk industri militer eks Yugoslavia memang secara kualitas dan harga yang relatif kompetitip memiliki keunggulan tertentu dibanding produk-produk negara-negara Barat lainnya, karena memiliki teknologi standar NATO dan Eks Pakta Warsawa. Kepentingan militer lainnya negara-negara Barat terhadap konflik yang terjadi di negara eks Yugoslavia adalah merupakan momentum yang strategis dalam rangka mengurangi stock arsenal mereka yang menumpuk sekaligus juga untuk uji coba senjata-senjata dan perlengkapan militer lainnya sesuai dengan temuan barunya.
Dengan berakhirnya era perang dingin dan bubarnya Pakta Warsawa maka organisasi NATO yang selama ini digunakan sebagai kekuatan politik dan militer untuk menghadapi Pakta Warsawa mulai digugat dan dipertanyakan terutama kehadirannya di wilayah Eropa. Oleh sebab itu untuk tetap dapat eksis di kawasan Eropa maka organisasi NATO Cq AS harus mencari wilayah konflik baru dalam rangka proyeksi pengerahan kekuatan NATO dengan alasan yang dicari-cari yaitu melindungi negara yang terancam dari agresi negara tetangga. Oleh sebab itu konflik yang terjadi dan diikuti pertikaian bersenjata baik di wilayah eks. Yugoslavia dan eks. RFY merupakan momentum yang strategis untuk menghadirkan kekuatan NATO di kawasan secara mulus.
c. Nilai krisis eks.Yugoslavia bagi organisasi internasional dan NGO lainnya.
Pengerahan pasukan PBB di wilayah eks.Yugoslavia merupakan pengerahan yang terbesar dan terlama sepanjang sejarah penugasan PBB dalam misi internasionalnya guna menjaga dan memelihara perdamaian dunia. Situasi ini tentu merupakan momentum yang sangat baik bagi kegiatan PBB untuk kepentingannya terutama untuk mendapatkan bantuan dana dari masyarakat internasional.
Tidak ketinggalan pula bagi NGO-NGO, krisis yang terjadi di wilayah eks.Yugoslavia merupakan ladang yang subur untuk berkiprah sesuai kepentingannya baik dalam rangka kepentingan kemanusiaan ataupun yang lainnya sesuai misi dari NGO yang bersangkutan. Akan tetapi tidak sedikit dari NGO tersebut justru banyak yang memperkeruh situasi dibanding membantu penyelesaian masalah yang terjadi. Misalnya lewat NGO terjadi penyeludupan senjata atau personel NGO merangkap jadi agen intelijen pihak-pihak tertentu di wilayah eks Yugoslavia.
5. Strategi Barat dan sekutunya di eks.negara Yugoslavia.
a. Intervensi lewat Ideologi.
Hancurnya ideologi komunisme di Eropa ditandai dengan bubarnya Uni Soviet dan perubahan sistem komunis ke arah sistem demokrasi ala Barat ikut pula melanda negara eks Yugoslavia. Situasi ini telah dimanfaatkan oleh pihak Barat dengan alasan penegakan demokrasi untuk memprovokasi Republik-Republik Bagian mengatur diri sendiri dengan perkataan lain desentralisasi kekuasan tingkat pusat dan sentralisasi kekuasaan di tingkat daerah.
Dengan adanya kekuasaan yang dilimpahkan secara luas ke daerah tersebut berakibat fatal, yang mana gerakan daerah-daerah untuk memisahkan diri semakin kuat, sementara pemerintah pusat tidak mampu dan berkuasa untuk mempersatukannya. Semua propaganda kebanyakan dilakukan lewat media masa baik elektronik dan cetak yang sangat efektif dalam membentuk opini internasional. Kelanjutannya proses disintegrasi pun berjalan lancar dengan hak-hak yang segera diakui oleh pihak Barat.
b. Intervensi lewat politik.
Rasa ketidak adilan antara satu daerah dengan daerah lainnya ataupun antara pusat dan daerah terus dikembangkan ke arah kecemburuan sosial yang mengarah kepada nasionalisme sempit melalui propaganda besar-besaran.
Proses demokratisasi yang melahirkan multi partai mempunyai pengaruh yang sangat besar bukan hanya terhadap hubungan antar republik yang telah berdisintegrasi melainkan juga terhadap hubungan antar individu dalam rangka satu wilayah (Republik) karena wawasan politik yang berbeda-beda. Hal ini telah mempengaruhi pula kepada solidaritas sosial karena masyarakat telah terbagi-bagi oleh kepentingan lokalisme/sukuisme maupun ideologi partai. Setelah partai-partai demokrasi menang mereka segera membentuk pemerintahan yang independen dan didukung dengan pembentukan tentara-tentara republik.
c. Intervensi lewat ekonomi.
Dengan mengangkat issu ketidak adilan antara pembagian pendapat pusat dan daerah telah mendorong pemerintah Republik-Republik Bagian untuk mengelola segala kekayaan daerah dengan alasan akan lebih mensejahterakan rakyat ketimbang ditangani oleh pemerintah pusat. Kekacauan kehidupan politik dan merosotnya kehidupan ekonomi telah dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pihak Barat untuk menawarkan dan menjanjikan bantuan -bantuan ekonomi dengan syarat-syarat yang sangat mengikat.
Untuk diketahui bahwa hubungan perdagangan di eks. negara Yugoslavia, sebagian besar berasal dari hasil kegiatan perdagangan antar mereka. Namun setelah terjadi perpecahan, Republik-Republik Bagian meninggalkan sistem moneter Yugoslavia, menutup kegiatan-kegiatan perdagangan antar republik sehingga perekonomian Yugoslavia menjadi tambah parah. Keadaan yang demikian masih mendapat tekanan dari dunia internasional dan pihak Barat dengan dikenakannya sanksi ekonomi internasional secara total khususnya terhadap eks.RFY sehingga keadaan ekonomi dan sosial semakin buruk.
d. Intervensi lewat sosial budaya.
Perasaan kesukuan semenjak berkuasanya komunisme di Yugoslavia sebenarnya telah terasa. Adanya perbedaan agama, latar belakang sejarah dan aspirasi politik yang berbeda-beda telah dikemas secara baik oleh pihak Barat untuk membentuk sel-sel perlawanan serta adu domba untuk menimbulkan perpecahan di Yugoslavia.
Perbedaan agama pun mulai menajam yang terbawa oleh rasa kesukuan masing-masing. Komposisi agama dalam penduduk Yugoslavia adalah mayoritas beragama Kristen Orthodox (Etnis Serbia), Katholik (Etnis Kroasia) dan Islam (Etnis Muslim Bosnia).
Masalah agama ini mulai dibenturkan dengan masalah suku sehingga menyulut perang saudara. Issu yang diangkat sangat efektif untuk membentuk opini dengan propaganda-propaganda bahkan dengan rekayasa intelijen seolah-olah telah terjadi pembantaian etnik Muslim sehingga dengan cepat menarik perhatian dan simpati dunia terutama dari negara-negara Arab.
Selain itu juga dihembuskan tentang pembelaan HAM terutama terhadap kaum yang tertindas seperti etnis Muslim yang di ekspos sebagai korban kejahatan perang sehingga banyak pimpinan pemerintah dan militer didakwa sebagai penjahat perang yang harus diadili di Pengadilan Internasional Kejahatan Perang (ICTY) di Den Haag Belanda.
Dengan mengangkat issu sebagai penjahat perang yang didakwakan terhadap para pemimpin eks Republik Yugoslavia telah mengakibatkan negara-negara Barat menjatuhkan sanksi politik, ekonomi dan militer kepada RFY. Bahkan sampai saat ini salah satu persyaratan normalisasi untuk pemberian bantuan ekonomi kepada negara-negara pecahan eks.Yugoslavia adalah harus melakukan kerjasama dengan ICTY Den Haag dengan hasil yang maksimal, artinya para pemimpin politik dan militer yang diduga terlibat kejahatan perang dan kemanusiaan di eks.Yugoslavia dan Kosovo harus diseret ke ICTY Den Haag.
e. Intervensi lewat Aspek Hankam.
Dengan alasan untuk membela dan mempertahankan kedaulatan masing-masing republik dari kekuasaan pusat telah menimbulkan perang saudara. Pihak Barat dengan jalur-jalur tidak resmi ikut membantu melatih ( melalui tentara-tentara bayaran ) dan mempersenjatai pasukan-pasukan teritorial negara-negara Republik Bagian. Akibatnya perang yang berkecamuk di eks Yugoslavia telah menjadi ajang pembuangan senjata-senjata dan amunisi serta peralatan militer pihak Barat yang seharusnya dihancurkan dengan biaya yang sangat mahal namun sebaliknya mendapat keuntungan besar.
Ajang peperangan di eks Yugoslavia juga menjadi bisnis senjata bagi produk-produk negara Barat serta tempat uji coba bagi penemuan senjata-senjata dan perlengkapan militer Barat secara tidak langsung maupun langsung. Issu yang dikembangkan oleh Barat Cq. AS untuk mencegah bencana kemanusiaan di Kosovo-Serbia telah mengakibatkan serangan udara NATO terhadap wilayah Yugoslavia tanpa persetujuan atau mandat dari PBB.
Disini terlihat pihak Barat dan sekutunya telah memaksakan kehendaknya dengan tekanan kekuatan militer untuk menundukkan penguasa negara eks.RFY yang berusaha menumpas separatis etnis Albania di Kosovo sehubungan dengan gerakannya untuk memisahkan diri dari Republik Bagian Serbia dan selanjutnya akan bergabung dengan Republik Albania. AS dan NATO melancarkan serangan udara yang dikenal dengan sebutan" Humanitarian Intervention Guardian Angel " selama 91 hari dengan tujuan menghentikan bencana kemanusiaan dan justru sebaliknya menimbulkan bencana kemanusiaan dan lingkungan hidup yang lebih parah. Sekedar tambahan informasi selama periode serangan tersebut NATO menjatuhkan sebanyak kurang lebih 40.000 buah missil yang diantaranya mengandung isian depleted uranium (menurut sumber informasi Tentara Yugoslavia ).
Tidak ada pembelaan HAM atau protes terhadap korban-korban yang ditimbulkan maupun terhadap kerusakan lingkungan hidup dari organisasi pembela HAM maupun Lingkungan Hidup walaupun serangan udara tersebut merupakan pelanggaran berat terhadap prinsip-prinsip fundamental hubungan internasional, hukum internasional, kedaulatan suatu negara dan hak azasi manusia. Kejadian tersebut diatas sangat kontradiktif dengan sikap negara Amerika yang selalu menyatakan sebagai negara penegak demokrasi, pembela HAM dan Lingkungan Hidup. Pendek kata negara yang sudah menjadi target untuk dieliminir oleh negara adi kuasa tidak ada toleransi meskipun itu mengorbankan penduduk sipil yang tidak berdosa demi kepentingan nasionalnya. Orientasi negara-negara Barat yang dipimpin oleh AS adalah jelas yaitu sikap menunjukkan sebagai negara terkuat dan tampil sebagai pemimpin dunia, disamping itu ingin mengeksploitasi sumber daya alam yang kaya untuk kepentingan kelangsungan industri negara kolonialis dan imperialis tersebut.
6. Kesamaan permasalahan di Indonesia.
Kondisi geostrategis dan geopolitik yang dimiliki eks Yugoslavia memiliki kesamaan dengan Indonesia. Letak Indonesia yang berada pada persimpangan antara 2 benua asia dan Australia serta samudera Hindia dan Pasifik menjadi pusat kepentingan hampir seluruh negara di dunia. Keadaan geografis kepulauan dan kontur yang bervariasi mencerminkan keanekaragaman sumber daya alam yang ada dan sudah tentu juga menarik perhatian.Permasalahan yang terjadi di eks Yugoslavia juga memiliki beberapa persamaan dengan kondisi yang terjadi di Indonesia baik di dalam sistem pemerintahan, pengelolaan sistem politik, ekonomi, kultur budaya dan sistem pertahanan.
Proses demokrasi yang terjadi di eks.negara Yugoslavia telah lepas kontrol dalam arti desentralisasi kekuasaan ke daerah terlalu luas. Saat ini di Indonesia sedang berlangsung proses reformasi dan kebijaksanaan otonomi daerah yang tampaknya belum siap untuk diberlakukan secara serentak di seluruh Indonesia.
Kebangkrutan ekonomi eks.Yugoslavia dan eks.RFY akibat pertikaian politik dan perang saudara yang berlarut telah mengakibatkan negara tersebut jatuh ke jurang kemiskinan. Indonesia saat ini masih belum sepenuhnya keluar dari krisis ekonomi akibat dari krisis multi dimensi sehingga sangat rawan terhadap pemeliharaan stabilitas politik dan keamanan. Masalah SARA di eks Yugoslavia telah menjadi pemicu perpecahan dalam negeri yang mengakibatkan tercerai berainya negara tersebut.
Sementara itu masalah SARA di Indonesia sampai saat ini masih merupakan masalah rawan yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan konflik sehingga perlu dijaga, diamankan dan dilindungi dari kemungkinan penyalahgunaan untuk kepentingan kelompok ataupun tujuan tertentu. Adanya ketidak adilan tentang kemajuan dan kesejahteraan di eks.negara Yugoslavia merupakan sumber perpecahan negara tersebut sementara di Indonesia masih terdapat pembagian tata ruang yang menimbulkan ketimpangan dan kesejahteraan yang mana hal tersebut dapat menimbulkan kerawanan bagi kesatuan dan persatuan bangsa.
Demikian pula halnya masalah gerakan separatisme di eks Yugoslavia telah mendorong negara tersebut menjadi terpecah-pecah akibat nasionalisme kedaerahan sempit yang mendapat dukungan faktor internasional. Saat ini masalah gerakan separatisme di Indonesia seperti di Aceh, Maluku dan Papua masih belum tuntas diatasi sehingga tetap menimbulkan kerawanan bagi kesatuan dan persatuan bangsa. Semua sumber-sumber permasalahan tersebut diatas merupakan lahan yang empuk untuk garapan Konsep Perang Modern saat ini.
Konflik yang terjadi di Aceh, Maluku dan Papua bila dianalisa secara dalam pada dasarnya sama dengan yang terjadi di Eks Yugoslavia dan Eks RFY dimana dasar konflik yang terjadi ada pada kesenjangan dalam hal perekonomian dan ketidak puasan akan hak-hak politik dan warga negara serta latar belakang sejarah masuknya daerah tersebut ke dalam wilayah Indonesia.
Keadaan Indonesia sendiri dapat dikatakan lebih beresiko dibanding dengan eks.Yugoslavia karena bentuk negara yang kepulauan sehingga lebih menyulitkan dalam mengintegrasikan berbagai hal karena kendala geografis tersebut. Kontrol lalu lintas orang dan barang di dalam wilayah sangat sulit dilakukan karena begitu banyak jalur laut dan darat yang mungkin untuk diambil.
Keterlibatan internasional dalam penyelesaian masalah bukan akan membantu namun justru akan semakin meruncingkan permasalahan karena dapat dipastikan adanya unsure kepentingan disana. Oleh sebab itu sangat diperlukan langkah yang nyata untuk meminimalisir dan menghilangkan akar permasalahan yang ada dalam bentuk peningkatan ekonomi di wilayah tersebut dan penangan konflik yang bijaksana sehingga tidak menimbulkan perhatian dunia internasional.
Kawasan Balkan baik secara geopolitik dan geostrategis memiliki posisi penting di Eropa dan dunia internasional. Secara umum kawasan Balkan dan secara khusus negara eks Yugoslavia saat ini menjadi pusat perhatian dunia internasional menyusul dengan apa yang kita kenal BALKANISASI.
BALKANISASI adalah perpecahan negara eks Yugoslavia ( Republik Federal Sosialis Yugoslavia yang terdiri dari Republik-Republik Bagian Serbia, Kroasia, Slovenia, Bosnia Herzegovina , Makedonia dan Montenegro) menjadi negara-negara kecil baru yaitu Republik Federal Yugoslavia terdiri dari Rep.Serbia dan Rep.Montenegro (RFY), Republik Kroasia, Republik Slovenia, Republik Makedonia dan Konfederasi Bosnia Herzegovina. Selanjutnya Republik Federal Yugoslavia berubah menjadi Uni Serbia dan Montenegro.
Pembentukan negara-negara baru tersebut bukan melalui suatu proses alamiah dan berlangsung secara damai, akan tetapi melalui pertikaian akibat lunturnya nasionalisme dan wawasan kebangsaan rakyat yang diikuti konflik bersenjata.
Hingga saat ini negera-negara pecahan eks.Yugoslavia walaupun telah merdeka tetapi mereka masih tergantung dengan negara-negara Barat baik secara politik, ekonomi dan militer, misalnya pemberian bantuan ekonomi, keberadaan pasukan NATO masih tetap tinggal di Bosnia Herzegovina untuk melindungi negara tersebut dari pertikaian bersenjata.
Timbulnya nasionalisme kedaerahan yang sempit tersebut ternyata tidak terlepas dari provokasi negara-negara luar yang memiliki agenda kepentingan di kawasan negara eks.Yugoslavia dengan mengadu domba dan menimbulkan perpecahan melalui isu global seperti demokratisasi, HAM dan lingkungan hidup. Selain politik adu domba yang dikembangkan oleh negara adidaya dan sekutunya juga mengangkat isu agama, suku dan etnik dengan memanfaatkan media massa untuk melakukan propaganda yang sebenarnya merupakan Konsep Perang Modern saat ini.
Situasi yang terjadi di kawasan Balkan patut menjadi pelajaran bagi kita serta menuntut kita untuk selalu waspada dan tidak boleh lengah mengingat situasi dan kondisi di NKRI memiliki beberapa kesamaan dengan negara eks.Yugoslavia di berbagai aspek kehidupan. Letak geografis dan sumber kekayaan alam Indonesia yang melimpah dari dulu merupakan daya tarik tersendiri bagi pihak asing untuk menguasainya demi kepentingan mereka sehingga akan menjadi garapan pihak asing dengan pola-pola perang modern.
2. Sejarah
Yugoslavia terletak di wilayah Balkan, penduduknya berasal dari bangsa Slavia, mereka tinggal di pegunungan Carpatus seperti bangsa Rusia, Cekoslovakia, Rumania dan Bulgaria. Sejarah Yugoslavia dimulai pada abad ke-6, mereka terdiri atas beberapa bangsa kecil yang masing-masing berdiri sendiri, kemudian secara bergantian pernah dijajah oleh bangsa Romawi, Perancis, Austro Hongaria, Turki, Itali dan Jerman.
Pada saat pasukan Turki melakukan invasi ke Yugoslavia tahun 1389 mendapat perlawanan sengit dari etnis Serbia, King of Serbia Stjifan Dusan terbunuh, demikian juga raja Turki tewas dalam pertempuran tersebut.
Akhirnya Serbia kalah perang dalam suatu pertempuran yang terkenal dengan “The battle of Kosovo” di Black Bird Valley. Kekalahan tersebut selalu dikenang oleh bangsa Serbia karena merupakan sejarah hitam Serbia.
Selanjutnya Turki dapat mengembangkan agama Islam di Bosnia Herzegovina, hal tersebut menimbulkan rasa dendam Serbia kepada kelompok Muslim Bosnia. Tahun 1914 Putra Mahkota Kerajaan Austro Hongaria “Archduke Francis Ferdinand” dan istrinya terbunuh oleh “Bosnian Serb Student”, hubungan Serbia – Hongaria memburuk karena Serbia menolak permintaan Hongaria untuk menyelidiki kasus tersebut. Terjadilah perang Serbia – Hongaria, yang kemudian meluas menjadi perang dunia pertama.
Sejarah permasalahan daerah Balkan dimulai sejak kekaisaran Austria-Hongaria dimana setelah dibubarkannya Kekaisaran Austria-Hongaria pada akhir Perang Dunia I (sekitar tahun 1918) maka “Kerajaan Serbia, Kroasia dan Slovenia” didirikan dengan Peter I dari Serbia sebagai raja. Bibit untuk konflik di masa datang sudah ditaburkan mulai saat ini. Serbia menginginkan sebuah negara kesatuan padahal Kroasia menginginkan sebuah federasi. Pada tahun 1928, Kroasia mencoba melepaskan diri setelah seorang anggota parlemen dari Kroasia dibunuh. Raja Alexander, sejak 1921, bereaksi keras dengan membubarkan parlemen dan mencanangkan diktatorialisme.
Pada tahun 1929 nama negara diubah menjadi Yugoslavia (= Slavia Selatan). Raja Yugoslavia, Alexander, dibunuh di Paris, Prancis, oleh kelompok nasionalis ekstrim Makedonia-Kroasia. Tahun 1939 Kroasia mendapatkan lebih banyak otonomi. Selanjutnya pecah Perang Dunia ke 2 dimana Wali Raja Yugoslavia pada saat itu, Pangeran Paul, terpaksa menandatangani persetujuan kerja sama dengan Poros Jerman-Italia-Jepang. Akan tetapi para perwira Serbia yang anti-Jerman berontak dan menggulingkan pemerintahannya. Hitler marah dan menyerang Yugoslavia. Negara Balkan tersebut jatuh dengan cepat, terutama karena etnis-etnik non Serbia banyak yang bergabung dengan para penyerbu.
Setelah menaklukkan negeri itu, Hitler memecah-belah negeri tersebut di bawah pendudukan Poros dan rezim boneka lokal. Atas perintah Hitler, bekas propinsi Kroasia, Bosnia, dan Herzegovina digabungkan ke dalam negara boneka Kroasia sementara wilayah sebagian besar Kosovo, Montenegro Selatan dan Makedonia Barat digabungkan ke dalam Negara Albania Raya.
Penduduk Yugoslavia kemudian bangkit melawan pasukan pendudukan dan bergabung dengan dua kekuatan gerilya utama: kaum Chetnik yang didominasi orang Serbia pendukung raja dan kaum Partisan pimpinan Tito yang komunis. Yugoslavia pada masa ini menjadi medan pertempuran berdarah, di mana penduduknya bukan hanya memerangi pasukan pendudukan Poros namun juga saling membantai antara sesama warga--suatu preseden bagi perang antar etnis tahun 1990-an.
Hal ini terjadi karena adanya tumpang tindih kepentingan antara berperang melawan pendudukan Jerman dan upaya membersihkan negara boneka tertentu dari ras tertentu.
Di Negara Kroasia Merdeka, kaum nasionalis ekstrim Kroasia bekerja sama dengan kaum Muslim Bosnia berusaha membersihkan negara boneka tersebut dari orang-orang Serbia, Yahudi dan Jipsi. Antara tahun 1941-45, kaum Ustasa-Muslim telah membantai 750.000 orang Serbia, 60.000 Yahudi dan 25.000 Jipsi. Pembersihan etnis juga terjadi di Negara Albania Raya, di mana kaum militan Albania mengusir dan membunuh puluhan ribu orang Serbia dan orang Slavia Ortodoks lainnya, terutama di Kosovo dan Makedonia Barat, dan menggantikannya dengan para pendatang Albania dari wilayah Albania. Tragedi ini membuat trauma yang mendalam terhadap bangsa Serbia.
Perjuangan kemerdekaan Yugoslavia dilakukan dengan bergerilya melawan tentara Fasis Jerman. Kelompok militan Serbia “Chetnik” yang terdiri atas tentara kerajaan yang tidak mau menyerah kepada Turki dan Nazi Jerman bahu-membahu dengan Partai Komunis yang dipimpin oleh Tito, pada tanggal 4 Juli 1941 dapat mengusir Fasis Jerman dan sekutunya.
Kemudian pada tanggal 29 September 1943 Tito membentuk “Anti Fasist Counsil for the National Liberation of Yugoslavia”, selanjutnya hari tersebut diresmikan sebagai hari kemerdekaan Yugoslavia.
Tahun 1944 terbentuk 6 negara bagian yaitu Republik Sosialis Serbia, Montenegro, Croatia, Macedonia, Slovenia dan Bosnia Harzegovina. Pada tanggal 7 April 1945 sistem kerajaan dengan negara boneka berganti menjadi “Negara Republik Federasi Rakyat Yugoslavia” untuk mematahkan dominasi politik orang Serbia sebelumnya. Negara ini terdiri dari: Serbia, Kroasia, Slovenia, Bosnia-Herzegovina, Montenegro dan Republik Makedonia serta dua daerah otonom: Kosovo dan Vojvodina.
Tahun 1948 Yugoslavia melepaskan diri dari pengaruh Uni Soviet. Yugoslavia ingin berjalan sendiri dalam melaksanakan paham komunisme dan menjadi salah satu kekuatan vokal dalam pembentukan KTT Negara Non Blok.
Pada tanggal 7 April 1963 kembali terjadi perubahan system negara menjadi Negara Republik Federal Sosialis Yugoslavia hingga pemerintahan Tito berakhir karena meninggal dunia pada 1980.
Sejak Tito meninggal, perbedaan antar etnis mulai nampak, terutama ketika pada akhir tahun 80’an terjadi krisis ekonomi. Diskriminasi terhadap penduduk Serbia dan non Albania lainnya di Kosovo menyebabkan ribuan orang mengungsi dari propinsi tersebut. beberapa negara bagian ingin merdeka, krisis politik memuncak, dan partai komunis yang saat itu berkuasa terpecah. Hal tersebut membuka kembali luka lama orang Serbia dan mendorong terpilihnya Milosevic yang mengajukan program-program nasionalis Serbia sebagai presiden Serbia: status otonom Kosovo dan Vojvodina ditiadakan. Nasionalisme berdasarkan etnisitas menjadi marak. Pada bulan April 1990 diselenggarakan pemilu di negara-negara bagian. Di Slovenia dan Kroasia; daerah terkaya, partai pro kemerdekaan menang. Di Serbia dan Montenegro, partai komunis.
Pada bulan Juni 1991 Slovenia dan Kroasia memproklamasikan kemerdekaan. Tentara Federal (terutama beranggotakan orang Serbia) mengintervensi. Akan tetapi perang di Slovenia hanya berlangsung 7 hari karena penduduk di sana nyaris homogen sehingga tidak ada kepentingan warga Serbia yang terancam. Dibandingkan dengan Slovenia yang memiliki penduduk homogen, perang di Kroasia berlangsung sengit dan lama serta kejam karena ingatan sejarah Perang Dunia II maupun besarnya komunitas Serbia di wilayah tersebut. Ketika Republik Makedonia, negara bagian termiskin, memerdekakan diri, Tentara Federal diam saja.
Pada tanggal 25 September 1991 PBB mengeluarkan resolusi No. 713 dan menyatakan perhatian yang mendalam terhadap negara bekas Yugoslavia, serta meminta semua negara untuk melaksanakan embargo senjata dan perlengkapan militer lainnya. Tanggal 8 Oktober 1991 Sekjen PBB menunjuk Mr. Cyrus Vance (bekas menlu AS) sebagai utusan khusus PBB di bekas negara Yugoslavia dalam rangka penyelesaian konflik. Tindakan konkrit yang diambil adalah dengan dikirimkannya pasukan perdamaian PBB ke negara bekas negara Yugoslavia. Akhirnya pada tanggal 23 November 1991 tercapai persetujuan di Jenewa tentang gencatan senjata dan kesepakatan terhadap pengiriman pasukan perdamaian PBB. Berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 743, tgl. 21 Pebruari 1992 dibentuk UNPROFOR.
Pada bulan Februari 1992, penduduk Muslim dan Kroasia di Bosnia-Herzegovina memilih untuk merdeka. Penduduk Serbia Bosnia menolak hasil tersebut dan berusaha membentuk negara terpisah dengan bantuan Tentara Federal. Dari enam negara bagian hanya Serbia dan Montenegro yang tertinggal. Sekali lagi, perang di Bosnia-Herzegovina berlangsung sengit dan kejam karena alasan trauma sejarah. Pada tahun 1995 perang di Bosnia-Herzegovina berakhir dengan adanya Perjanjian Dayton.
Tahun 1999 pecah pemberontakan orang Albania di Kosovo. Upaya memadamkan pemberontakan tersebut oleh Serbia menyebabkan banjirnya kaum pengungsi Albania ke wilayah tetangga. NATO tanpa mandat PBB menyerang Serbia. Milosevic menyerah dan Kosovo diberikan di bawah pengawasan internasional. Giliran penduduk Serbia yang dibersihkan secara etnis oleh KLA. Kelompok gerilyawan Albania ini juga menghancurkan banyak peninggalan budaya Serbia di Kosovo sebagai jalan menghapuskan jejak orang Serbia di sana. Tujuan utama KLA sendiri adalah menggabungkan Kosovo dan berbagai wilayah Balkan lainnya yang dihuni orang Albania ke dalam suatu Negara Albania Raya, seperti yang terjadi pada masa Perang Dunia II. Pemberontakan orang Albania meluas ke Makedonia, yang sebelumnya dengan tangan terbuka menerima pengungsi Albania dari Kosovo.
Kemudian pada Bulan Oktober 2000 Milosevic mundur setelah Vojislav Kostunica menang pemilu. Milosevic pada bulan Juni 2001 diserahkan kepada Tribunal Yugoslavia. Pada bulan Maret 2002 pemerintah Serbia dan Montenegro sepakat untuk membuat uni yang lebih bebas. Uni Eropa bisa menekankan tidak boleh diadakan referendum kemerdekaan (untuk Montenegro). Sejak tanggal 4 Februari 2003 negara Yugoslavia bernama Serbia Montenegro.
3. Posisi Geopolitik dan Geostrategis
Sebagian besar teritori eks Republik Federal Yugoslavia (RFY) terletak di tengah-tengah pertemuan geopolitik kawasan Balkan, fakta tersebut menunjukkan betapa besarnya arti geopolitik yang dikandung oleh eks.negara RFY. Eks.negara RFY terletak di pertengahan jarak pendek antara wilayah Eropa dan Mediteranian, wilayah-wilayah eks.negara RFY merupakan penghubung antara Eropa dengan Asia Timur Dekat dan Timur Jauh serta Mediteranian sehingga merupakan transit dari Euro-Asia. Eks.negara RFY merupakan wilayah penyangga antara dua pengaruh yakni pengaruh eks. Pakta Warsawa dan pengaruh NATO, serta penghubung atau jembatan antara Eropa dan Turki dan negara-negara di wilayah Timur Tengah.
Disintegrasi eks Yugoslavia yang menciptakan negara-negara pecahan kecil tidak merubah posisi strategis eks.negara RFY bahkan tidak satupun dari negara pecahan eks Yugoslavia mempunyai posisi strategis sentral seperti eks.negara RFY. Komposisi wilayah Yugoslavia yang terdiri dari daratan, laut, pantai, pegunungan, danau dan sungai-sungai yang merupakan komposisi lengkap, menggambarkan negara eks.Yugoslavia memiliki potensi sumber daya alam yang beraneka ragam dan sangat diperlukan dalam pembangunan ekonomi maupun bagi kepentingan pertahanan dan keamanan.
Yugoslavia sekitar 1990.1: Slovenia; 2: Kroasia; 3: Bosnia-Herzegovina; 4: Serbia; 4a: Vojvodina; 4b: Kosovo; 5: Montenegro; 6:Republik Yugoslavia Makedonia; A: Laut Adria
PETA YUGOSLAVIA
4. Analisa Tinjauan Kepentingan Barat di kawasan Balkan dan eks.Yugoslavia
a. Nilai Kosovo dan Metohya bagi AS dan NATO.
Posisi Kosovo dan Metohya (KOSMET) yang terletak di kawasan Balkan persisnya di tengah-tengah wilayah Republik Federal Yugoslavia (RFY) membuat daerah itu sangat penting bagi setiap pihak yang mempunyai ambisi untuk mengontrol kawasan Balkan. Walaupun letak geografisnya agak kurang sentral (lebih dekat ke laut Adriatik dan laut Algea dibanding ke laut Ion dan laut Hitam) namun letak Kosmet dianggap sebagai titik pertemuan koridor-koridor jalur-jalur utama yang strategis.
Posisi KOSMET yang terletak di "Kawasan Tengah" (Central Region) dari semenanjung Balkan yang berada di suatu zona dan dikelilingi oleh garis-garis yang menghubungkan kota-kota di Serbia (Kota Nis), Bulgaria (Kota Sofia), Makedonia (Kota Skopje) dan Kosovo/Serbia (di kota Kosovska-Mitrovica). Sebagai posisi sentral di wilayah Balkan, KOSMET mempunyai arti khusus bagi AS dan NATO dalam rangka pengawasan semenanjung Balkan.
Kehadiran pasukan NATO yang dipimpin oleh Amerika di Kosovo- Metohya ( KOSMET ) dengan memasang pasak di tengah-tengah Balkan ( AS telah membangun kompleks militer secara permanen dengan daya tampung 10.000 personil berikut fasilitas dan peralatan tempurnya) , maka AS dan NATO telah menduduki posisi yang sangat strategis karena memiliki "batu loncatan" untuk akses-akses selanjutnya di kawasan Balkan termasuk ke daerah-daerah yang lebih jauh misalnya bagian Utara dan bagian Timur kawasan Balkan, kawasan laut Hitam dan Kaukasus.
Keberhasilan NATO memantapkan posisinya di Kosovo, merupakan tambahan terhadap posisi-posisi yang sudah didapatkan di Albania, Makedonia dan Bosnia Herzegovina. Penerobosan teritorial dalam struktur Eropa telah terpenuhi ditandai dengan relokasi-relokasi pasukan-pasukan NATO secara mulus dari Eropa Barat ke bagian Eropa Timur dan Tenggara. Demikian pula telah tercipta kontrol atas semua komunikasi penting pada koridor-koridor geostrategis di jembatan Euro-Asia menuju sumber-sumber minyak baik yang lama dan baru. Lebih jauh kemungkinan ambisi Rusia untuk mengkontrol kawasan Balkan dan Laut Tengah menjadi rancu untuk jangka pendek dan panjang mengingat posisi strategis yang sudah diduduki dan dikuasai oleh AS dan sekutunya NATO. Dengan memanfaatkan faktor Islam di kawasan Balkan khusunya di Kosovo-Serbia, AS dan NATO telah berhasil menciptakan kesan seakan-akan berkiblat pada geopolitik pro-Islam di Balkan dan di sisi lain berhasil pula meredam kelompok Muslim radikal yang anti Amerika.
b. Nilai Negara Eks Yugoslavia bagi Koalisi AS.
Setelah Jerman bersatu, nampak ambisi Jerman yang semula hanya raksasa ekonomi ingin menjadi raksasa politik dan militer (mengubah UUD yang melarang pasukan Jerman turut mengadakan kegiatan internasional). Naluri menaklukan dan naluri menjajah Jerman yang pernah dilakukan terhadap negara-negara koloninya pada masa lalu ingin meluaskan sayapnya ke Balkan yang selama ini tidak pernah berhasil dikuasainya semenjak PD-I dan PD-II.
Kawasan Balkan sangat penting artinya bagi Jerman terutama untuk pelemparan hasil-hasil produksi industri Jerman, untuk mendapatkan sumber bahan baku, akses untuk pelabuhan laut panas, maupun kemungkinan pelemparan sampah-sampah nuklir yang semakin menjadi problem akhir-akhir ini serta jalur menuju ke negara-negara sumber minyak di laut Tengah. Hal itu tampak ketika Jerman sangat dominan mensponsori pengakuan internasional terhadap kemerdekaan negara-negara pecahan eks.Yugoslavia.
Kepentingan negara-negara Barat lainnya yang mendukung disintegrasi eks.Yugoslavia adalah untuk menghentikan laju produk-produk industri militer eks.Yugoslavia yang mengancam produk-produk industri militer negara-negara Barat ( konon pada periode tersebut industri militer eks.Yugoslavia termasuk nomor 10 besar di dunia). Produk industri militer eks Yugoslavia memang secara kualitas dan harga yang relatif kompetitip memiliki keunggulan tertentu dibanding produk-produk negara-negara Barat lainnya, karena memiliki teknologi standar NATO dan Eks Pakta Warsawa. Kepentingan militer lainnya negara-negara Barat terhadap konflik yang terjadi di negara eks Yugoslavia adalah merupakan momentum yang strategis dalam rangka mengurangi stock arsenal mereka yang menumpuk sekaligus juga untuk uji coba senjata-senjata dan perlengkapan militer lainnya sesuai dengan temuan barunya.
Dengan berakhirnya era perang dingin dan bubarnya Pakta Warsawa maka organisasi NATO yang selama ini digunakan sebagai kekuatan politik dan militer untuk menghadapi Pakta Warsawa mulai digugat dan dipertanyakan terutama kehadirannya di wilayah Eropa. Oleh sebab itu untuk tetap dapat eksis di kawasan Eropa maka organisasi NATO Cq AS harus mencari wilayah konflik baru dalam rangka proyeksi pengerahan kekuatan NATO dengan alasan yang dicari-cari yaitu melindungi negara yang terancam dari agresi negara tetangga. Oleh sebab itu konflik yang terjadi dan diikuti pertikaian bersenjata baik di wilayah eks. Yugoslavia dan eks. RFY merupakan momentum yang strategis untuk menghadirkan kekuatan NATO di kawasan secara mulus.
c. Nilai krisis eks.Yugoslavia bagi organisasi internasional dan NGO lainnya.
Pengerahan pasukan PBB di wilayah eks.Yugoslavia merupakan pengerahan yang terbesar dan terlama sepanjang sejarah penugasan PBB dalam misi internasionalnya guna menjaga dan memelihara perdamaian dunia. Situasi ini tentu merupakan momentum yang sangat baik bagi kegiatan PBB untuk kepentingannya terutama untuk mendapatkan bantuan dana dari masyarakat internasional.
Tidak ketinggalan pula bagi NGO-NGO, krisis yang terjadi di wilayah eks.Yugoslavia merupakan ladang yang subur untuk berkiprah sesuai kepentingannya baik dalam rangka kepentingan kemanusiaan ataupun yang lainnya sesuai misi dari NGO yang bersangkutan. Akan tetapi tidak sedikit dari NGO tersebut justru banyak yang memperkeruh situasi dibanding membantu penyelesaian masalah yang terjadi. Misalnya lewat NGO terjadi penyeludupan senjata atau personel NGO merangkap jadi agen intelijen pihak-pihak tertentu di wilayah eks Yugoslavia.
5. Strategi Barat dan sekutunya di eks.negara Yugoslavia.
a. Intervensi lewat Ideologi.
Hancurnya ideologi komunisme di Eropa ditandai dengan bubarnya Uni Soviet dan perubahan sistem komunis ke arah sistem demokrasi ala Barat ikut pula melanda negara eks Yugoslavia. Situasi ini telah dimanfaatkan oleh pihak Barat dengan alasan penegakan demokrasi untuk memprovokasi Republik-Republik Bagian mengatur diri sendiri dengan perkataan lain desentralisasi kekuasan tingkat pusat dan sentralisasi kekuasaan di tingkat daerah.
Dengan adanya kekuasaan yang dilimpahkan secara luas ke daerah tersebut berakibat fatal, yang mana gerakan daerah-daerah untuk memisahkan diri semakin kuat, sementara pemerintah pusat tidak mampu dan berkuasa untuk mempersatukannya. Semua propaganda kebanyakan dilakukan lewat media masa baik elektronik dan cetak yang sangat efektif dalam membentuk opini internasional. Kelanjutannya proses disintegrasi pun berjalan lancar dengan hak-hak yang segera diakui oleh pihak Barat.
b. Intervensi lewat politik.
Rasa ketidak adilan antara satu daerah dengan daerah lainnya ataupun antara pusat dan daerah terus dikembangkan ke arah kecemburuan sosial yang mengarah kepada nasionalisme sempit melalui propaganda besar-besaran.
Proses demokratisasi yang melahirkan multi partai mempunyai pengaruh yang sangat besar bukan hanya terhadap hubungan antar republik yang telah berdisintegrasi melainkan juga terhadap hubungan antar individu dalam rangka satu wilayah (Republik) karena wawasan politik yang berbeda-beda. Hal ini telah mempengaruhi pula kepada solidaritas sosial karena masyarakat telah terbagi-bagi oleh kepentingan lokalisme/sukuisme maupun ideologi partai. Setelah partai-partai demokrasi menang mereka segera membentuk pemerintahan yang independen dan didukung dengan pembentukan tentara-tentara republik.
c. Intervensi lewat ekonomi.
Dengan mengangkat issu ketidak adilan antara pembagian pendapat pusat dan daerah telah mendorong pemerintah Republik-Republik Bagian untuk mengelola segala kekayaan daerah dengan alasan akan lebih mensejahterakan rakyat ketimbang ditangani oleh pemerintah pusat. Kekacauan kehidupan politik dan merosotnya kehidupan ekonomi telah dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pihak Barat untuk menawarkan dan menjanjikan bantuan -bantuan ekonomi dengan syarat-syarat yang sangat mengikat.
Untuk diketahui bahwa hubungan perdagangan di eks. negara Yugoslavia, sebagian besar berasal dari hasil kegiatan perdagangan antar mereka. Namun setelah terjadi perpecahan, Republik-Republik Bagian meninggalkan sistem moneter Yugoslavia, menutup kegiatan-kegiatan perdagangan antar republik sehingga perekonomian Yugoslavia menjadi tambah parah. Keadaan yang demikian masih mendapat tekanan dari dunia internasional dan pihak Barat dengan dikenakannya sanksi ekonomi internasional secara total khususnya terhadap eks.RFY sehingga keadaan ekonomi dan sosial semakin buruk.
d. Intervensi lewat sosial budaya.
Perasaan kesukuan semenjak berkuasanya komunisme di Yugoslavia sebenarnya telah terasa. Adanya perbedaan agama, latar belakang sejarah dan aspirasi politik yang berbeda-beda telah dikemas secara baik oleh pihak Barat untuk membentuk sel-sel perlawanan serta adu domba untuk menimbulkan perpecahan di Yugoslavia.
Perbedaan agama pun mulai menajam yang terbawa oleh rasa kesukuan masing-masing. Komposisi agama dalam penduduk Yugoslavia adalah mayoritas beragama Kristen Orthodox (Etnis Serbia), Katholik (Etnis Kroasia) dan Islam (Etnis Muslim Bosnia).
Masalah agama ini mulai dibenturkan dengan masalah suku sehingga menyulut perang saudara. Issu yang diangkat sangat efektif untuk membentuk opini dengan propaganda-propaganda bahkan dengan rekayasa intelijen seolah-olah telah terjadi pembantaian etnik Muslim sehingga dengan cepat menarik perhatian dan simpati dunia terutama dari negara-negara Arab.
Selain itu juga dihembuskan tentang pembelaan HAM terutama terhadap kaum yang tertindas seperti etnis Muslim yang di ekspos sebagai korban kejahatan perang sehingga banyak pimpinan pemerintah dan militer didakwa sebagai penjahat perang yang harus diadili di Pengadilan Internasional Kejahatan Perang (ICTY) di Den Haag Belanda.
Dengan mengangkat issu sebagai penjahat perang yang didakwakan terhadap para pemimpin eks Republik Yugoslavia telah mengakibatkan negara-negara Barat menjatuhkan sanksi politik, ekonomi dan militer kepada RFY. Bahkan sampai saat ini salah satu persyaratan normalisasi untuk pemberian bantuan ekonomi kepada negara-negara pecahan eks.Yugoslavia adalah harus melakukan kerjasama dengan ICTY Den Haag dengan hasil yang maksimal, artinya para pemimpin politik dan militer yang diduga terlibat kejahatan perang dan kemanusiaan di eks.Yugoslavia dan Kosovo harus diseret ke ICTY Den Haag.
e. Intervensi lewat Aspek Hankam.
Dengan alasan untuk membela dan mempertahankan kedaulatan masing-masing republik dari kekuasaan pusat telah menimbulkan perang saudara. Pihak Barat dengan jalur-jalur tidak resmi ikut membantu melatih ( melalui tentara-tentara bayaran ) dan mempersenjatai pasukan-pasukan teritorial negara-negara Republik Bagian. Akibatnya perang yang berkecamuk di eks Yugoslavia telah menjadi ajang pembuangan senjata-senjata dan amunisi serta peralatan militer pihak Barat yang seharusnya dihancurkan dengan biaya yang sangat mahal namun sebaliknya mendapat keuntungan besar.
Ajang peperangan di eks Yugoslavia juga menjadi bisnis senjata bagi produk-produk negara Barat serta tempat uji coba bagi penemuan senjata-senjata dan perlengkapan militer Barat secara tidak langsung maupun langsung. Issu yang dikembangkan oleh Barat Cq. AS untuk mencegah bencana kemanusiaan di Kosovo-Serbia telah mengakibatkan serangan udara NATO terhadap wilayah Yugoslavia tanpa persetujuan atau mandat dari PBB.
Disini terlihat pihak Barat dan sekutunya telah memaksakan kehendaknya dengan tekanan kekuatan militer untuk menundukkan penguasa negara eks.RFY yang berusaha menumpas separatis etnis Albania di Kosovo sehubungan dengan gerakannya untuk memisahkan diri dari Republik Bagian Serbia dan selanjutnya akan bergabung dengan Republik Albania. AS dan NATO melancarkan serangan udara yang dikenal dengan sebutan" Humanitarian Intervention Guardian Angel " selama 91 hari dengan tujuan menghentikan bencana kemanusiaan dan justru sebaliknya menimbulkan bencana kemanusiaan dan lingkungan hidup yang lebih parah. Sekedar tambahan informasi selama periode serangan tersebut NATO menjatuhkan sebanyak kurang lebih 40.000 buah missil yang diantaranya mengandung isian depleted uranium (menurut sumber informasi Tentara Yugoslavia ).
Tidak ada pembelaan HAM atau protes terhadap korban-korban yang ditimbulkan maupun terhadap kerusakan lingkungan hidup dari organisasi pembela HAM maupun Lingkungan Hidup walaupun serangan udara tersebut merupakan pelanggaran berat terhadap prinsip-prinsip fundamental hubungan internasional, hukum internasional, kedaulatan suatu negara dan hak azasi manusia. Kejadian tersebut diatas sangat kontradiktif dengan sikap negara Amerika yang selalu menyatakan sebagai negara penegak demokrasi, pembela HAM dan Lingkungan Hidup. Pendek kata negara yang sudah menjadi target untuk dieliminir oleh negara adi kuasa tidak ada toleransi meskipun itu mengorbankan penduduk sipil yang tidak berdosa demi kepentingan nasionalnya. Orientasi negara-negara Barat yang dipimpin oleh AS adalah jelas yaitu sikap menunjukkan sebagai negara terkuat dan tampil sebagai pemimpin dunia, disamping itu ingin mengeksploitasi sumber daya alam yang kaya untuk kepentingan kelangsungan industri negara kolonialis dan imperialis tersebut.
6. Kesamaan permasalahan di Indonesia.
Kondisi geostrategis dan geopolitik yang dimiliki eks Yugoslavia memiliki kesamaan dengan Indonesia. Letak Indonesia yang berada pada persimpangan antara 2 benua asia dan Australia serta samudera Hindia dan Pasifik menjadi pusat kepentingan hampir seluruh negara di dunia. Keadaan geografis kepulauan dan kontur yang bervariasi mencerminkan keanekaragaman sumber daya alam yang ada dan sudah tentu juga menarik perhatian.Permasalahan yang terjadi di eks Yugoslavia juga memiliki beberapa persamaan dengan kondisi yang terjadi di Indonesia baik di dalam sistem pemerintahan, pengelolaan sistem politik, ekonomi, kultur budaya dan sistem pertahanan.
Proses demokrasi yang terjadi di eks.negara Yugoslavia telah lepas kontrol dalam arti desentralisasi kekuasaan ke daerah terlalu luas. Saat ini di Indonesia sedang berlangsung proses reformasi dan kebijaksanaan otonomi daerah yang tampaknya belum siap untuk diberlakukan secara serentak di seluruh Indonesia.
Kebangkrutan ekonomi eks.Yugoslavia dan eks.RFY akibat pertikaian politik dan perang saudara yang berlarut telah mengakibatkan negara tersebut jatuh ke jurang kemiskinan. Indonesia saat ini masih belum sepenuhnya keluar dari krisis ekonomi akibat dari krisis multi dimensi sehingga sangat rawan terhadap pemeliharaan stabilitas politik dan keamanan. Masalah SARA di eks Yugoslavia telah menjadi pemicu perpecahan dalam negeri yang mengakibatkan tercerai berainya negara tersebut.
Sementara itu masalah SARA di Indonesia sampai saat ini masih merupakan masalah rawan yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan konflik sehingga perlu dijaga, diamankan dan dilindungi dari kemungkinan penyalahgunaan untuk kepentingan kelompok ataupun tujuan tertentu. Adanya ketidak adilan tentang kemajuan dan kesejahteraan di eks.negara Yugoslavia merupakan sumber perpecahan negara tersebut sementara di Indonesia masih terdapat pembagian tata ruang yang menimbulkan ketimpangan dan kesejahteraan yang mana hal tersebut dapat menimbulkan kerawanan bagi kesatuan dan persatuan bangsa.
Demikian pula halnya masalah gerakan separatisme di eks Yugoslavia telah mendorong negara tersebut menjadi terpecah-pecah akibat nasionalisme kedaerahan sempit yang mendapat dukungan faktor internasional. Saat ini masalah gerakan separatisme di Indonesia seperti di Aceh, Maluku dan Papua masih belum tuntas diatasi sehingga tetap menimbulkan kerawanan bagi kesatuan dan persatuan bangsa. Semua sumber-sumber permasalahan tersebut diatas merupakan lahan yang empuk untuk garapan Konsep Perang Modern saat ini.
Konflik yang terjadi di Aceh, Maluku dan Papua bila dianalisa secara dalam pada dasarnya sama dengan yang terjadi di Eks Yugoslavia dan Eks RFY dimana dasar konflik yang terjadi ada pada kesenjangan dalam hal perekonomian dan ketidak puasan akan hak-hak politik dan warga negara serta latar belakang sejarah masuknya daerah tersebut ke dalam wilayah Indonesia.
Keadaan Indonesia sendiri dapat dikatakan lebih beresiko dibanding dengan eks.Yugoslavia karena bentuk negara yang kepulauan sehingga lebih menyulitkan dalam mengintegrasikan berbagai hal karena kendala geografis tersebut. Kontrol lalu lintas orang dan barang di dalam wilayah sangat sulit dilakukan karena begitu banyak jalur laut dan darat yang mungkin untuk diambil.
Keterlibatan internasional dalam penyelesaian masalah bukan akan membantu namun justru akan semakin meruncingkan permasalahan karena dapat dipastikan adanya unsure kepentingan disana. Oleh sebab itu sangat diperlukan langkah yang nyata untuk meminimalisir dan menghilangkan akar permasalahan yang ada dalam bentuk peningkatan ekonomi di wilayah tersebut dan penangan konflik yang bijaksana sehingga tidak menimbulkan perhatian dunia internasional.
Komentar
Posting Komentar