Optimalisasi Determinan Penangkalan KRI Dalam Mengantisipasi Konflik Perbatasan Guna Mengimplementasi Strategi Penangkalan di Perairan Laut Cina Selatan Dalam Rangka Menegakkan Kedaulatan Negara di Laut


1.      Pendahuluan
Perkembangan lingkungan strategi regional didominasi oleh konflik Laut Cina Selatan yang melibatkan beberapa negara di kawasan ASEAN. Indonesia meskipun tidak terlibat secara langsung karena garis nine dotted line yang digambarkan oleh Cina tidak menyinggung wilayah perairan teritorial namun bersinggungan dengan ZEEI. Hal ini tentu memiliki potensi konflik dalam bentuk pelanggaran wilayah dan kejahatan lintas batas yang merupakan ancaman bagi kedaulatan negara di Laut. Penyelesaian konflik saat ini masih bersifat status quo dengan ditetapkannya Code of Conduct dan perkembangannya sangat dinamis. Dalam rangka menjamin keamanan dalam status quo ini maka strategi penangkalan untuk mencegah berbagai pelanggaran harus diimplementasikan dalam rangka menegakkan kedaulatan NKRI. Salah satu cara penangkalan adalah dengan mengeksploitasi determinan penangkalan dari KRI semaksimal mungkin sehingga efek penangkalan dapat secara optimal diberdayakan. Dengan demikian perlu dilakukan optimalisasi terhadap determinan penangkalan unsur gelar khususnya KRI dalam rangka mengimlementasikan strategi penangkalan untuk mengantisipasi konflik perbatasan di Laut Cina Selatan.
Agar penangkalan dapat efektif maka dibutuhkan persyaratan penting yang merupakan determinan penangkalan yaitu kemampuan, kredibilitas dan komunikasi. Kondisi penangkalan saat ini secara umum, bila dipandang dalam konteks kondisi alutsista TNI AL khususnya KRI yang memang secara kuantitas cukup besar tanpa melihat jenis dan tipenya, namun dibandingkan dengan luas wilayah yang harus diamankan masih belum memenuhi kebutuhan ideal. Demikian juga dengan tingkat kesiapan KRI yang masih rendah sehingga menjadi kendala dalam penggelaran operasi sebagai bentuk kehadiran di laut (naval presence). Sedangkan intensitas penggunaan KRI untuk melaksanakan force demonstration dalam bentuk muhibah atau operasi dan latihan bersama di Laut Cina Selatan juga masih jauh dari harapan. Semua ini mengakibatkan minimnya daya tangkal yang dimiliki oleh KRI sehingga tidak menimbulkan rasa gentar dari pihak lawan untuk melakukan pelanggaran wilayah di perairan teritorial dan ZEE Indonesia khususnya yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan. Dengan demikian sangat diperlukan adanya peningkatan determinan penangkalan KRI sehingga akan tercapai kondisi yang diharapkan, meliputi kemampuan KRI mencakup aspek fisik dan non fisik. Aspek fisik berkaitan dengan kuantitas atau jumlah yang optimal dan aspek non fisik berkaitan dengan kualitas atau kapabilitas yang handal. Kredibilitas dapat direpresentasikan dengan tingginya tingkat kesiapan dan kehadiran di laut (naval presence) yang menunjukkan kesiapsiagaan (readiness) KRI untuk melaksanakan penindakan, sedangkan komunikasi sebagai saluran diplomasi secara intensif dalam bentuk force demonstration yang dapat diterapkan melalui pameran bendera dengan kunjungan KRI atau latihan dan operasi bersama dengan negara lain.
Kondisi determinan penangkalan yang tidak optimal ini disebabkan karena beberapa kendala antara lain keterbatasan jumlah dan kemampuan KRI yang tersedia (naval capability), rendahnya tingkat kehadiran KRI (naval presence), dan naval diplomacy yang belum optimal. Tidak optimalnya fungsi daya tangkal yang dimiliki oleh KRI ini memberikan kontribusi pada tingginya tingkat pelanggaran. Dengan demikian perlu dilakukan analisis terhadap determinan penangkalan dari KRI sehingga perlakuan (treatment) pada determinan penangkalan ini diharapkan akan meningkatkan daya tangkal KRI. Upaya untuk mendorong optimalisasi determinan penangkalan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal yang menciptakan berbagai peluang dan kendala. Faktor eksternal berperan sebagai katalisator sedangkan faktor internal berperan sebagai pendorong yang dihadapkan dengan konsep teoritis aturan yang berlaku, konsep pembangunan kekuatan, teori dan strategi penangkalan untuk mendapatkan kondisi ideal yang diharapkan maka selanjutnya perlu di rumuskan kebijakan sebagai landasan dalam penyusunan strategi dan upaya untuk melaksanakan optimalisasi determinan penangkalan KRI dalam mengantisipasi konflik di Laut Cina Selatan guna mengimplementasikan strategi penangkalan dalam rangka menegakkan kedaulatan negara di Laut.
Dari hasil analisa pengaruh determinan penangkalan KRI dihadapkan dengan keterbatasan anggaran pertahanan maka perlu dilakukan analisis untuk menentukan prioritas faktor yang perlu dioptimalisasikan dengan menggunakan pendekatan Multi Criteria Decision Making melalui tools Analytical Hierarchy Process (AHP), kemudian hasil yang didapat menjadi masukan bernilai dalam proses perumusan strategi optimalisasi yang dilakukan dengan menggunakan metode Strength Weakness Opportunity Threat (SWOT) Analysis untuk dapat menentukan kebijakan, strategi dan upaya yang tepat dalam meningkatkan determinan penangkalan yang diharapkan. Hasil analisis SWOT yang diperoleh merupakan kombinasi antara faktor kelemahan dan faktor ancaman atau kendala sehingga menghasilkan strategi defensif yang menghindari ancaman atau kendala dan mereduksi kelemahan. Dengan peningkatan determinan ini, diharapkan dapat meningkatkan daya tangkal KRI untuk mencegah pelanggaran wilayah dan kejahatan lintas batas di wilayah perairan yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan dalam rangka menegakkan kedaulatan negara di laut.

2.      Implikasi. Kondisi determinan penangkalan KRI saat ini khususnya KRI dalam jajaran Koarmabar membawa implikasi dalam upaya menghadapi konflik di Laut Cina Selatan dapat diuraikan sebagai berikut :
a.      Strategi penangkalan Indonesia merupakan bagian dari strategi pertahanan yang bertujuan untuk mencegah pihak lawan atau asing yang berniat melakukan pelanggaran hukum dan kedaulatan Negara di Laut. Dalam upaya menimbulkan dampak penangkalan ini diperlukan kekuatan yang salah satunya dalam bentuk hard power berupa kekuatan KRI yang berpatroli dan memiliki sistem kesenjataan serta kemampuan menggunakan senjata yang dimiliki dan menjadi faktor penggetar. implikasi dari kondisi saat ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1)      Bila kemampuan KRI tidak memiliki keunggulan secara kuantitas dan kualitas sehingga memiliki daya gentar yang rendah, maka akan berimplikasi pada lemahnya penerapan strategi penangkalan.
2)      Bila kredibilitas KRI tidak dapat menunjukkan kesiapan dan kesiapsiagaan serta penindakan terhadap ancaman yang timbul melalui intensitas kehadiran di laut, maka akan berimplikasi pada lemahnya penerapan strategi penangkalan.
3)      Bila komunikasi melalui KRI dalam bentuk force demonstration tidak dapat menyampaikan intensi tindakan TNI AL terhadap ancaman yang muncul, maka akan berimplikasi pada lemahnya penerapan strategi penangkalan.
b.      Kedaulatan negara merupakan kekuasaan tertinggi suatu negara yang dalam makna luas berarti kemampuan menjalankan kewenangan tertinggi atas suatu wilayah oleh pemerintah yang berkuasa di negara tersebut. Dalam konteks kedaulatan  negara di laut menunjukkan kewenangan yang dimiliki negara berkaitan hak-hak yang dimiliki berdasarkan UNCLOS 1982. Rezim di Laut Cina Selatan masuk dalam bagian dari rezim ZEE dimana Indonesia memiliki kewenangan pengelolaan sumber daya alam yang ada di dalamnya. Laut Cina Selatan merupakan wilayah yang sangat strategis baik dalam konteks sumber daya alam yang dimiliki maupun letaknya yang strategis sebagai bagian dari jalur perdagangan dunia. Kondisi strategis ini sangat berpotensi untuk diganggu oleh aktor atau pihak asing dengan mencoba mengambil kekayaan alam yang melanggar hukum atau melakukan tindakan agresif berupa pelanggaran wilayah yang melanggar kedaulatan negara. Dengan demikian maka diperlukan strategi pertahanan yang dijabarkan dengan strategi penangkalan untuk mencegah niat lawan. Bila strategi penangkalan yang diterapkan oleh TNI khususnya TNI AL tidak dapat diimplementasikan sebagai akibat belum optimalnya daya gentar karena lemahnya faktor-faktor penggentar maka akan berdampak pada kelanjutan niat dari lawan yang berpotensi melemahkan penegakkan kedaulatan sekaligus mengancam kedaulatan negara khususnya di kedaulatan negara laut.

3.      Permasalahan. Dari kondisi determinan penangkalan KRI saat ini dan implikasi yang ditimbulkan dalam upaya menghadapi konflik di Laut Cina Selatan, dapat ditemukan beberapa permasalahan sebagai berikut :
a.      Kurangnya tingkat kemampuan KRI baik secara kuantitas dan kualitas. Kuantitas memberikan keleluasaan dalam dispersi atau deployment ke sektor operasi yang ditentukan serta kemampuan mengamankan sektor operasi yang diberikan kepada unsur sepanjang waktu. Namun demikian perlu juga diperhatikan aspek kualitas yang memberikan daya gentar yang perwujudannya adalah kemampuan sewaco dan ukuran unsur.
b.      Kurangnya kredibilitas KRI yang ditunjukkan dengan rendahnya tingkat kehadiran di laut yang disebabkan oleh kesiapan unsur yang relatif masih rendah. Demikian pula rendahnya intensitas keterlibatan dan interaksi TNI AL dengan negara-negara claimant termasuk Cina tidak memberikan cukup daya mewujudkan kredibilitas yang diinginkan. Laut Cina Selatan yang relatif tepat untuk pengoperasian kapal-kapal berukuran besar namun didominasi oleh kapal ex parchim Jerman yang sudah lebih dari 20 tahun dioperasikan dengan jumlah yang juga terbatas.
c.       Kurangnya komunikasi melalui KRI dalam bentuk demonstrasi kekuatan sebagai sarana untuk menyatakan intensi terhadap lawan melalui kehadiran terus menerus di wilayah potensi pelanggaran. Kondisi ini disebabkan minimnya aktifitas latihan dan operasi bersama yang diselenggarakan di Laut Cina Selatan antar negara-negara claimant khususnya negara Cina. Demikian pula tindakan terhadap pelanggaran hukum dan kedaulatan yang dilaksanakan dalam bentuk approach and boarding operation dengan kelanjutan kepastian hukum atas pelanggaran yang tidak dapat disangkalkan lagi masih kurang dibandingkan dengan kepadatan lalu lintas perdagangan dan perikanan di wilayah tersebut.

4.      Peluang Dan Kendala. Dari uraian mengenai faktor eksternal dan internal yang berpengaruh terhadap determinan penangkalan KRI dapat ditemukan peluang yang mendorong dan kendala yang menghambat sebagaimana diuraikan berikut ini :
a.      Peluang
1)      Perkembangan lingkungan strategis dalam era globalisasi saat ini cenderung menyebabkan negara-negara saling membangun ikatan satu sama lain baik secara formal maupun non formal. Kondisi ini menyebabkan berbagai upaya penyelesaian setiap permasalahan dilakukan melalui pendekatan diplomasi bilateral maupun multilateral. Keaktifan dalam pergaulan internasional ini secara tidak langsung meningkatkan rasa kepercayaan dan memberikan dampak peningkatan kredibilitas dalam hubungan antar negara.
2)      Perkembangan teknologi yang semakin pesat menjadi peluang untuk memanfaatkan teknologi itu untuk kepentingan sendiri. Pengembangan yang dilakukan apabila dapat dilakukan dengan baik dan dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri tentu akan mampu mereduksi ketergantungan dan meningkatkan kemampuan sendiri sebagai bagian dari proses revitalisasi peralatan pertahanan.
3)      Dengan adanya kebijakan industri strategis pertahanan akan mendorong pengelolaannya secara terpadu sehingga dapat didayagunakan untuk menjamin kemandirian kemampuan pembangunan kekuatan dan kemampuan militer khususnya TNI AL yang sarat dengan penggunaan teknologi. 
4)      Komunitas ASEAN ini apabila dapat dimanfaatkan dengan baik akan menjadi media yang efektif untuk menggabungkan kekuatan negara ASEAN untuk menghadapi potensi instabilitas di wilayah regional.
5)      Berbagai permasalah yang terjadi di kawasan regional baik menyangkut tindakan asertif Cina yang mengkawatirkan, permasalahan transnational crime, dan sengketa perbatasan apabila dapat dikelola dengan baik akan dapat meningkatkan kredibilitas Indonesia umumnya dan TNI AL khususnya.
6)      Pembinaan SDM yang berkesinambungan dan berkelanjutan dalam konsep human capital dapat menjadi salah satu kunci atau faktor pengganda kekuatan militer karena sumber daya manusia ini merupakan motor utama dari aktifitas dan proses suatu organisasi terhadap organisasi pertahanan suatu negara. Konsep pembangunan sumber daya manusia harus dilandaskan pada nilai sejarah dan nilai kejuangan bangsa yang pantang menyerah.
7)      Pembangunan kekuatan dan kemampuan TNI AL harus direncanakan secara sistematis dan terpadu melalui suatu pola pembinaan yang dapat memberikan arah dalam efisiensi dan efektifitas sumber daya yang tersedia untuk mendapatkan hasil yang optimal.
8)      Upaya mempertahankan fungsi yang mengalami penurunan dapat dilakukan secara efisien dengan program revitalisasi yang tepat sasaran sehingga diperlukan evaluasi yang mendalam dalam rangka mengukur efisiensi dan efektifitasnya agar program dapat berjalan dengan baik.
9)      Dalam tugas operasi, peran pangkalan sangat penting untuk mendukung pelaksanaan tugas yang diemban. Dengan demikian maka peningkatan fungsi pangkalan yang ada di sekitar daerah operasi dapat dipastikan akan mampu memperpanjang atau meningkatkan endurance operasi dari alutsista yang ada.
10)   Pemanfaatan pola operasi dalam bentuk kerjasama taktis antar unsur kapal dan pesawat udara dapat digunakan untuk mereduksi kekurangan masing-masing dan sebaliknya mengeksploitasi kelebihan alutsista sehingga optimalisasi operasi yang terlihat dari pencapaian tugas pokok dengan sumber daya yang ada dapat terlaksana dengan baik.
11)   Logistik membutuhkan perencanaan yang tepat untuk dapat memberikan jaminan ketersediaan yang dapat mendukung pelaksanaan tugas operasi dari unsur. Jaminan ketersediaan ini akan mempertahankan durasi operasi dan mendorong peningkatan kredibilitas.

b.      Kendala.
1)      Dinamika lingkungan strategis yang berkembang memiliki potensi negatif penguatan berbagai jenis ancaman terhadap integritas dan kedaulatan negara. Ancaman ini dapat berdampak pada resiko terhadap penggunaan jalur laut untuk perdagangan sehingga mendorong negara pengguna laut untuk menugaskan kekuatan militernya mengawal kepentingan-kepentingan nasionalnya yang lewat laut sehingga justru akan semakin meningkatkan resiko pelanggaran-pelanggaran kedaulatan.
2)      Perkembangan teknologi yang sangat cepat menyebabkan meningkatnya tingkat keusangan dari teknologi sehingga program pengadaan yang telah direncanakan selama bertahun-tahun akan menjadi usang pada saat waktu program tercapai yang tentu berdampak pada kapabilitas alutsista itu sendiri.
3)      Apabila ASEAN Community ini tidak dapat dimanfaatkan dengan baik maka justru Indonesia akan menghadapi permasalahan persaingan yang lebih kompleks dan berdampak pada stabilitas nasional.
4)      Instabilitas di kawasan regional akan membawa dampak pada terhambatnya kelancaran lalu lintas perdagangan dan energi yang melalui kawasan sehingga banyak kepentingan negara pengguna yang terganggu dan berdampak pada tekanan dan penggunaan kekuatan militer mereka untuk mengamankan kepentingan nasionalnya dan menurunkan kredibilitas bangsa.
5)      Kondisi cuaca yang sering kurang baik akibat pengaruh tekanan udara dan karakter iklim di wilayah Laut Cina Selatan menyebabkan hambatan bagi kapal-kapal kecil untuk melaksanakan tugas operasinya. Kondisi ini tentu akan menyebabkan penurunan kehadiran alutsista berukuran kecil di laut yang saat ini banyak menjadi andalan dari unsur patrol Koarmabar.
6)      Sengketa perbatasan menimbulkan tumpang tindih penanganan masalah hukum dan kedaulatan sehingga menjadi celah bagi pelaku tindak pelanggaran untuk menghindari penegakan hukum dan kedaulatan masing-masing negara yang berbatasan.
7)      Pola pembinaan SDM mencakup kompleksitas permasalahan penugasan dan pendidikan. Pola penugasan yang belum padu saat ini memiliki potensi pada inkompetensi dari sumber daya manusia yang ada sehingga akan berdampak langsung pada kinerja dari sistem dalam organisasi.
8)      Ketidak-efektifan pola pembinaan TNI AL tidak saja akan berdampak pada penurunan kesiapan alutsista baik material maupun sumber daya manusianya namun juga berdampak pada pemborosan anggaran.
9)      Perkembangan teknologi yang cepat menyebabkan sistem-sistem berteknologi lama yang tidak terpakai akhirnya tidak direproduksi, sehingga dalam upaya revitalisasi sering dilakukan input sistem baru yang memerlukan proses modifikasi sistem. Proses modifikasi bisa berhasil dan bisa juga gagal. Apabila berhasil, sering hasil yang diperoleh juga tidak dapat optimal, yang dapat disebabkan karena perbedaan teknologi. Kegagalan proses revitalisasi ini menyebabkan inefisiensi anggaran yang memang telah sangat terbatas.
10)   Indonesia memiliki luas wilayah yang besar dengan karakter geografis kepulauan mempersulit upaya distribusi logistik ke pangkalan aju di daerah operasi sehingga efisiensi dan efektifitas pelaksanaan operasi menjadi terganggu.
11)   Penurunan kondisi karena usia merupakan konsekuensi logis dari penggunaan dan operasionalisasi alutsista. Upaya mempertahankan kemampuan dapat dilakukan melalui program pemeliharaan dan perawatan meskipun hal tersebut tidak akan dapat mencapai kondisi maksimal kembali. Sehingga program penghapusan dan peremajaan melalui pengadaan baru perlu mendapat pertimbangan.
12)   Alutsista Indonesia yang didominasi oleh alutsista lama memiliki sistem kendali yang terbatas bahkan didominasi dengan pengoperasian sistem secara manual. Hal ini tentu berpengaruh terhadap kemampuan alutsista itu sendiri yang pada akhirnya akan menurunkan kesiapan dari unsur.
13)   Perencanaan alutsista mencakup peningkatan kemampuan baik dalam bentuk pengadaan atau revitalisasi membutuhkan anggaran yang cukup besar. Dengan kondisi keterbatasan alokasi anggaran pertahanan saat ini tentu akan menjadi hambatan penting terhadap upaya pengembangan kekuatan itu secara langsung.

5.      Kontribusi. Kondisi determinan penangkalan KRI yang diharapkan akan memberikan kontribusi sebagaimana diuraikan berikut ini :
a)      Strategi penangkalan Indonesia dilakukan melalui pembangunan kekuatan, kehadiran dilaut dan latihan bersama. Alutsista yang digunakan untuk dapat mewujudkan strategi penangkalan ini adalah KRI yang harus memiliki elemen pokok dari penangkalan yaitu kapabilitas, kredibilitas dan komunikasi. Determinan penangkalan ini perlu untuk dioptimalisasikan sehingga akan memberikan kontribusi pada implementasi strategi penangkalan sebagai berikut :
1)      Bila kemampuan KRI sesuai dengan yang diharapkan, maka KRI yang ditugaskan di wilayah perbatasan di Laut Cina Selatan dalam wilayah ZEEI akan dapat menekan niat dan tindakan pelanggaran hukum dan kedaulatan di laut yang dilakukan oleh kapal asing baik militer dan non militer.
2)      Bila kredibilitas KRI sesuai yang diharapkan, maka KRI yang ditugaskan mampu menunjukkan kepada pihak lawan bahwa suatu wilayah senantiasa berada dalam pengawasannya dan suatu tindakan tegas akan dapat dilakukan oleh KRI yang berpatroli di sekitar perbatasan dengan Laut Cina Selatan bila pihak lawan tetap melanjutkan rencana dan niatnya.
3)      Bila aspek komunikasi dari eksistensi KRI dapat tersampaikan ke pihak lawan maka pihak yang dianggap sebagai lawan tersebut tentu secara psikologis akan terpengaruh dan berdampak pada kelanjutan niatnya untuk melakukan pelanggaran hukum dan kedaulatan.
b)      Kedaulatan negara merupakan salah satu kepentingan nasional yang mutlak diwujudkan dalam wilayah yurisdiksi. Sebagai sebuah negara kepulauan maka dibutuhkan suatu pengelolaan wilayah pertahanan dan keamanan dengan baik untuk menjamin terwujudnya kedaulatan negara di seluruh wilayah Indonesia. Pengelolaan ini diwujudkan dalam strategi pertahanan yang didalamnya terdapat strategi penangkalan dan strategi pengendalian laut yang menggunakan segenap alutsista melalui serangkaian pola gelar yang mampu mewujudkan penangkalan dan pengendalian laut dari ancaman faktual dan potensial. Dengan terbujudnya strategi penangkalan ini maka akan berkontribusi pada munculnya rasa gentar dari lawan sehingga mengurungkan niatnya untuk melakukan pelanggaran hukum dan kedaulatan si wilayah yurisdiksi nasional sehingga kedaulatan negara secara utuh dapat diwujudkan.

6.      Indikator Keberhasilan. Untuk mengetahui pencapaiannya dapat dilihat melalui indikator keberhasilan yang dapat dicapai dengan mengatasi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan lemahnya daya gentar dari unsur-unsur. Indikator-indikator keberhasilan tersebut adalah :
a.      Tercapainya penurunan tingkat pelanggaran hukum dan kedaulatan Negara di laut khususnya wilayah perbatasan yang merupakan indikator keberhasilan optimalisasi peningkatan kemampuan unsur-unsur melalui pengadaan, revitalisasi, relokasi dari system senjata yang ada menjadi baru.
b.      Tercapainya daya tangkal dengan berkurangnya niat lawan untuk melakukan pelanggaran di laut yang merupakan indikator keberhasilan dari optimalisasi peningkatan kredibilitas dari unsur-unsur.
c.       Tercapainya daya tangkal melalui terciptanya kondisi yang mengkomunikasikan dampak bila lawan melanjutkan rencana untuk melakukan pelanggaran hukum dan kedaulatan dengan mengoptimalkan komunikasi verbal dan demonstrasi kekuatan dari unsur-unsur.

7.      Kebijakan, Strategi Dan Upaya-Upaya. Dari kondisi determinan penangkalan KRI saat ini dan yang diharapkan, dengan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi baik eksternal dan internal, maka dapat disusun sebuah kebijakan yang dijabarkan dalam strategi dan dilaksanakan dalam bentuk upaya-upaya sebagaimana keseluruhannya diuraikan berikut ini :
a.      Kebijakan.
Perumusan kebijakan diperlukan sebagai pedoman dasar dalam menentukan strategi pencapaian sebelum diaktualisasikan dalam upaya-upaya nyata. Sebagai hasil analisis komprehensif dan integral yang telah diuraikan di atas pada bab-bab terdahulu, maka rumusan kebijakan yang ditetapkan adalah sebagai berikut :
Terwujudnya optimalisasi determinan penangkalan KRI guna mengimplementasikan strategi penangkalan di perairan Laut Cina Selatan dalam rangka menegakkan kedaulatan negara di laut melalui efisiensi dan efektifitas penggunaan anggaran dalam mendukung peningkatan jumlah unsur dan sistem sewaco, meningkatkan pola pembinaan logistik yang mencakup pemenuhan duklog dan harwat dalam rangka meningkatkan pola gelar dlm mendukung kehadiran di laut sepanjang waktu dan meningkatkan intensitas kerjasama dalam kerangka diplomasi AL”.
b.      Strategi (ends). Berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan, perlu dijabarkan ke dalam strategi yang tepat, sehingga dapat dijadikan acuan dalam menentukan upaya-upaya yang akan dilakukan. Strategi-strategi tersebut sebagai tindak lanjut kebijakan yang telah dirumuskan, diwujudkan melalui suatu langkah atau cara (ways) menggunakan daya, dana, sarana dan prasarana (means) dalam mencapai sasaran (ends) dengan mengatur skala prioritas sasaran yang ingin dicapai. Berdasarkan kebijakan yang telah dirumuskan di atas, maka strategi yang dapat mejadi acuan dalam menentukan upaya-upaya yang akan dilaksanakan, antara lain :
1)      Strategi 1. Efisiensi dan efektifitas penggunaan anggaran dalam mendukung peningkatan jumlah unsur dan sistem sewaco. Strategi ini ditempatkan pada prioritas pertama karena berdasarkan preferensi pimpinan yang memilih elemen kapabilitas sebagai prioritas.
2)      Strategi 2 : Meningkatkan pola pembinaan logistik yang meliputi pemenuhan dukungan logistik dan pemeliharaan dan perawatan dalam rangka meningkatkan pola gelar dalam mendukung kehadiran di laut sepanjang waktu. Strategi ini menjadi prioritas kedua dimana pimpinan memandang bahwa kehadiran dilaut juga penting dalam rangka mendorong kredibilitas KRI.
3)      Strategi 3 : Peningkatan intensitas kerjasama dalam kerangka diplomasi angkatan laut. Strategi ini merupakan prioritas terakhir dalam preferensi pimpinan yang disebabkan karena efektifitas strategi ini tidak dapat ditentukan oleh satu pihak namun bergantung pada kedua pihak.
c.       Upaya. Dalam mengimplementasikan strategy-strategi yang telah dibuat dalam rangka optimalisasi determinan penangkalan KRI, ditentukan upaya-upaya yang merupakan cara/tindakan nyata yang dilakukan melalui :
1)      Upaya strategi 1.
a)      Kementerian Pertahanan melakukan upaya yang mendorong efisiensi dan efektifitas anggaran dengan cara:
(1)     Melakukan koordinasi dengan pemerintah untuk mendapatkan kenaikan anggaran pertahanan khususnya pada matra laut dengan melihat perkembangan lingkungan strategis global dan regional. Perkembangan lingkungan strategis saat ini mulai mengalami pergeseran ke Laut Cina Selatan seiring dengan peningkatan intensitas ketegangan.
(2)     Melakukan koordinasi dan penyusunan MOU kerjasama dengan industri-industri strategis pertahanan berkaitan dengan penyediaan alutsista TNI khususnya KRI. Pemberdayaan dan pemanfaatan industri pertahanan nasional seperti industri galangan kapal, senjata dan sistem control dalam memenuhi kebutuhan alat dan peralatan pertahanan sebagai prioritas utama, melalui kerjasama yang saling menguntungkan sehingga menjamin sustainability pemenuhan kebutuhan alpal pertahanan dan sekaligus mampu menjamin operasionalisasi dari industri strategis pertahanan tersebut.
(3)     Melakukan peningkatan kinerja terkait dengan mendorong kebijakan pemanfaatan sumber daya wilayah pertahanan terutama di wilayah perbatasan di sekitar perairan Laut Cina Selatan. Sumber daya wilayah pertahanan merupakan komponen pendukung yang merupakan satu kesatuan dengan komponen pertahanan dan berperan sebagai multiplier effect sehingga pemberdayaannya akan mampu mendorong efisiensi anggaran dan efektifitas tercapainya tugas pokok.
(4)     Menetapkan kebijakan efisiensi dan efektifitas anggaran berdasarkan hasil kajian strategis sebagai landasan bagi Mabes TNI dan Mabes angkatan untuk mengimplementasikannya ke dalam kegiatan-kegiatan pengadaan dan revitalisasi sebagai bagian dari strategi pembangunan kemampuan dan kekuatan TNI secara utuh dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang tersedia secara optimal.
b)      Mabes TNI melakukan upaya yang mendorong efektifitas dan efisiensi anggaran dengan cara :
(1)     Mendorong kebijakan panglima TNI yang menekankan pada efisiensi dan efektifitas penggunaan anggaran TNI AL sebagai bentuk pelaksanaan fungsi kontrol anggaran yang melekat melalui implementasi fungsi pengawasan yang akuntabel.
(2)     Menindaklanjuti MOU dari Kementerian Pertahanan dengan melakukan kajian strategis tentang pengadaan alutsista dari dalam negeri dengan memanfaatkan industri strategis pertahanan dalam rangka memenuhi efisiensi anggaran dengan tetap dapat memenuhi efektifitas kebutuhan alutsista TNI khususnya KRI.
(3)     Melaksanakan kebijakan kementerian pertahanan dalam memberdayakan sumber daya nasional di wilayah-wilayah pertahanan dengan memberikan instruksi kepada setiap komando wilayah dari seluruh angkatan.
c)      Mabes TNI AL melakukan upaya yang mendorong efektiitas dan efisiensi anggaran dengan cara :
(1)     Melakukan kajian ilmiah dengan menggunakan pendekatan dan metode optimasi dalam operation research (riset operasi) yang hasilnya menjadi input penting dalam proses perencanaan strategis pemenuhan kebutuhan kekuatan khususnya KRI yang sangat vital dalam penggelaran operasi kehadiran dilaut sepanjang waktu dengan memanfaatkan anggaran yang tersedia secara efektif dan efisien.
(2)     Menetapkan skala prioritas dalam pengadaan alutsista berdasarkan tingkat potensi ancaman dihadapkan dengan kebutuhan yang berdasarkan pada kapabilitas sebagaimana ditetapkan dalam program pembangunan kekuatan Minimum Essential Force dengan ketersediaan anggaran.
(3)     Melakukan survei dan menyusun database kemampuan sistem sewaco dan perkembangannya yang dapat digunakan sebagai bahan analisis dalam proses pemilihan sistem sewaco dalam rangka peningkatan kualitas kemampuan alutsista untuk mendapatkan hasil kemampuan alutsista seoptimal mungkin dengan ketersediaan anggaran.
d)      Koarmabar melakukan upaya nyata dalam mengefektifkan dan mengefisiensikan anggaran dengan cara :
(1)     Melakukan penentuan prioritas KRI yang akan digunakan untuk melaksanakan operasi gelar kekuatan di Laut Cina Selatan berdasarkan kapabilitasnya dalam rangka menjamin efisiensi penggunaan anggaran operasi dan efektifitas pencapaian operasi dari kesiapan KRI yang digunakan.
(2)     Menerapkan pola operasi berupa penggelaran unsur secara efektif dan efisien dengan mengimplementasikan strategi fleet in being melalui optimalisasi peran dan fungsi intelijen serta satuan udara TNI AL dan information sharing dengan satuan samping baik dari TNI matra lain maupun dari unsur intelijen sipil. Information sharing ini diharapkan menjadi masukan berarti dalam menentukan mobilitas penindakan unsur KRI dalam strategi fleet ini being ini.
(3)     Melakukan analisis kejadian pelanggaran berdasarkan sektor-sektor sebagai dasar dalam merancang konsep penggelaran KRI secara efektif dan efisien. Sektor yang jarang terjadi kejadian pelanggaran akan menjadi prioritas terakhir untuk ditempatkan unsur KRI. Evaluasi dan analisis ini harus dilakukan secara berkesinambungan untuk dapat menjamin efektifitas dan efisiensi gelar KRI.
2)      Upaya strategi 2
a)      Kementerian Pertahanan melakukan upaya yang mendorong proses pembinaan logistik matra khususnya matra laut untuk mendukung optimalisasi gelar kekuatan dan kehadiran di laut dengan cara:
 (1)    Mengeluarkan kebijakan-kebijakan baru yang tepat berkaitan dengan konsep pola pembinaan material dalam mengimplementasikan fungsi pemeliharaan dan perawatan yang modern dan fleksibel sejalan dengan paradigma global yang menuntut fleksibilitas dan akurasi data sebagai dasar dalam menentukan jenis dan bentuk metode pemeliharaan dan perawatan yang sesuai secara efektif dan efisien.
(2)     Mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan menciptakan rantai pasok melalui pemanfaatan seluruh sumber daya yang ada dalam rangka menjamin ketersediaan logistik operasi secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan sumber daya eksternal melalui pola-pola outsourcing.
(3)     Mendorong pemerintah untuk dapat segera mewujudkan perundang-undangan mengenai komponen cadangan dan komponen pendukung sehingga sumber daya nasional yang tersedia dapat secara maksimal diberdayakan untuk mendukung kebutuhan operasi dan dukungan logistik TNI dalam melaksanakan tugas.
(4)     Mendorong kerjasama kewilayahan dengan pemerintah daerah di wilayah pertahanan dalam mendukung kesiapan dukungan logistik kewilayahan dalam rangka optimalisasi gelar kekuatan dilaut untuk mendukung kehadiran di laut sepanjang tahun.
b)      Mabes TNI melakukan upaya yang mendorong proses pembinaan logistik matra khususnya matra laut untuk mendukung optimalisasi gelar kekuatan dan kehadiran di laut dengan cara:
(1)     Mengeluarkan kebijakan untuk meningkatkan kemampuan dukungan logistik pangkalan-pangkalan laut dan udara dalam kerangka manajemen rantai pasok (supply chain management) untuk meningkatkan jaminan ketersediaan logistik operasi secara efektif dan efisien seperti di Ranai, Pontianak, Tarempa, Tanjung Pinang, Bangka Belitung dalam mendukung penggelaran kekuatan di Laut Cina Selatan dengan lebih intensif.
(2)     Melaksanakan kebijakan pembinaan fungsi pemeliharaan dan perawatan alutsista TNI berbasis keandalan sistem dalam rangka mengefektifkan kesiapan alutsista melalui pemeliharaan yang fleksibel dan mengefisiensikan anggaran pemeliharaan dan perawatan.
(3)     Melakukan koordinasi dan penyusunan kerangka kerjasama (MOU) dengan perusahaan swasta dan lokal pada khususnya untuk menjadi bagian dari rantai distribusi dalam pemenuhan kebutuhan dukungan logistik operasi di pangkalan-pangkalan aju.
(4)     Jumlah alutsista yang terbatas dapat diantisipasi melalui gelar operasi gabungan yang melibatkan seluruh matra atau konsep prioritas matra tertentu dengan perbantuan matra lainnya sehingga secara kuantitas dapat meningkatkan jumlah kehadiran alutsista baik KRI dan pesud maupun alutsista TNI lainnya.
(5)     Meningkatkan kemampuan interoperability antar alutsista setiap matra dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas bersama melalui optimalisasi prosedur standar operasi yang efektif dan efisien dengan pendekatan tugas dan berfokus pada pelaksanaan tugas pokok dengan menghilangkan ego sektoral.
(6)     Mengembangkan sistem monitoring keamanan wilayah laut dengan melakukan kerjasama pembuatan dan pengembangan sistem informasinya untuk mengoptimalkan pelaksanaan operasi baik dimasa sekarang dan terutama pada masa mendatang.
c)      Mabes TNI AL melakukan upaya yang mendorong proses pembinaan logistik matra khususnya matra laut untuk mendukung optimalisasi gelar kekuatan dan kehadiran di laut dengan cara:
 (1)    Melakukan kajian ilmiah dan analisis strategis terkait pengembangan fungsi pangkalan terutama terhadap pangkalan yang berada di wilayah perairan Laut Cina Selatan dalam rangka kenaikan grade pangkalan yang berimplikasi pada peningkatan fungsi pangkalan seperti Ranai, Pontianak, Bangka Belitung, tarempa, tanjung uban, batam dan tanjung pinang.
(2)     Menerapkan sistem manajemen pemeliharaan dan perawatan berbasis keandalan sistem (reliability centered management) untuk mengantisipasi variasi kondisi alutsista yang cukup besar dan berasal dari produk yang bervariasi sehingga optimalisasi kesiapan alutsista dapat ditingkatkan.
(3)     Membangun basis data dari sistem informasi logisik untuk mendukung optimalisasi manajemen rantai pasok (supply chain management) untuk menjamin ketersediaan logistik operasi di pangkalan aju, depo-depo wilayah dan depo-depo pusat.
(4)     Melakukan dispersi KRI yang memiliki daya tahan operasi dan daya penggetar yang tinggi dari jajaran Koarmatim ke Koarmabar dalam rangka mendukung peningkatan kemampuan penggelaran dan penindakan serta fleksibilitas pola gelar.
(5)     Meningkatkan kemampuan pesawat udara patroli maritim atau maritime patrol aircraft (MPA) baik melalui pengadaan maupun melalui program revitalisasi dalam rangka mendukung penggelaran KRI dalam gelar permanen maupun penindakan.
(6)     Mengimplementasikan gelar permanen KRI di pangkalan-pangkalan aju dalam rangka meningkatkan kecepatan penindakan dan kehadiran di laut dengan terlebih dulu mempersiapkan kemampuan dukungan pangkalan aju dalam gelar permanen tersebut.
d)      Koarmabar melakukan upaya untuk pembinaan logistik matra khususnya matra laut untuk mendukung optimalisasi gelar kekuatan dan kehadiran di laut dengan cara:
(1)     Memberikan prioritas pemenuhan dukungan logistik di pangkalan-pangkalan sekitar perairan Laut Cina Selatan dalam mendukung pelaksanaan gelar operasi di wilayah tersebut.
(2)     Menyusun strategi distribusi logistik secara optimal dalam rangka menjamin ketersediaan dukungan logistik di pangkalan-pangkalan aju berdasarkan skala prioritas kebutuhan gelar dan sistem inventori yang efektif dan efisien.
(3)     Mengumpulkan data-data historis perawatan dan pemeliharaan KRI untuk membangun basis data dan sistem informasi perawatan dan pemeliharaan berbasis RCM untuk mendukung implementasi sistem ini secara tepat.
(4)     Peningkatan operasi patroli udara maritime sebagai unsur deteksi dan identifikasi yang dilakukan secara intensif baik secara individu atau dalam kerangka kerjasama dengan unsur permukaan KRI akan mampu meningkatkan kemampuan deteksi dan efisiensi serta efektifitas gelar penindakan terhadap pelanggaran hukum dan kedaulatan yang terjadi.
(5)     Dalam pemilihan alutsista untuk memenuhi kuantitas maupun kuantitas perlu dipertimbangkan aspek-aspek penggunaannya dengan memanfaatkan kondisi geografis. Penggunaannya dengan didasarkan pertimbangan dampak strategis, efektifitas, dan efisiensi seperti kapal selam, atau kapal-kapal berpeluru kendali baik jenis frigate, sigma atau corvette.
(6)     Meningkatkan pemberdayaan komponen maritim lokal dan nasional sebagai kepanjangan mata dalam kegiatan deteksi dan identifikasi yang berfungsi sebagai basis data untuk menganalisis modus pelanggaran hukum dan kedaulatan di laut.
(7)     Mengembangkan dan meningkatkan kapabilitas kerjasama yang telah terjalin sebelumnya dalam operasi di wilayah perbatasan bilateral negara kawasan khususnya di wilayah Laut Cina Selatan.
3)      Upaya strategi 3
a)      Kementerian Pertahanan melakukan upaya yang mendorong peningkatan intensitas kerjasama dalam kerangka diplomasi angkatan laut dengan cara:
(1)     Kerjasama regional khususnya di wilayah laut cina selatan dan peningkatan peran Indonesia dalam mengatasi berbagai permasalahan maritim global dan regional yang sedang mengemuka seperti piracy and robbery, trans-national crime, maritime terrorism dan sebagainya.
(2)     Melakukan komunikasi diplomasi dalam tingkat kementerian dalam rangka menjalin kesepahaman dan saling percaya melalui koordinasi untuk meningkatkan interaksi melalui kegiatan-kegiatan yang secara langsung bertujuan untuk mengembangkan hubungan kerjasama dalam berbagai bidang khususnya antar angkatan laut dalam bentuk pertukaran perwira dan kunjungan kapal.
(3)     Melakukan telaahan terhadap berbagai kerjasama multilateral yang berkaitan dengan berbagai permasalahan maritime khususnya di wilayah perairan Laut Cina Selatan untuk menilai seberapa jauh toleransi terhadap integritas bangsa dan negara sebagai trade off terhadap keuntungan yang diperoleh apabila kerjasama multilateral tersebut disepakati.

b)      Mabes TNI melakukan upaya yang mendorong peningkatan intensitas kerjasama dalam kerangka diplomasi angkatan laut dengan cara:
(1)     Menyusun proposal dan melakukan pendekatan dengan pihak militer di negara-negara kawasan yang bertikai khususnya dengan Cina untuk melakukan berbagai dialog dalam kerangka pengembangan kerjasama militer dalam konteks hubungan bilateral maupun hubungan multilateral.
(2)     Mendorong peningkatan interoperability dalam berbagai bentuk kerjasama militer terutama dalam kegiatan operasi patroli bersama atau latihan bersama dengan negara-negara di kawasan khususnya claimant state yang diselenggarakan di wilayah perbatasan antar negara di wilayah perairan laut cina selatan.
(3)     Merancang konsep-konsep kegiatan yang bersifat force demonstration sebagai salah satu landasan kebijakan kerjasama militer yang akan dibangun oleh masing-masing matra khususnya TNI AL dalam konteks mendorong penyelesaian berbagai persoalan perbatasan di Laut Cina Selatan.
(4)     Menyusun berbagai konsep prosedur operasi standar yang sesuai dalam rangka menjamin kemampuan kerjasama dan interoperability secara bilateral. Dengan demikian dibutuhkan kerja bersama dalam penyusunan SOP (standard operating procedures) tersebut agar dapat mengakomodasi berbagai kebutuhan dalam kegiatan bersama tersebut.
c)      Mabes TNI AL melakukan upaya yang mendorong peningkatan intensitas kerjasama dalam kerangka diplomasi angkatan laut dengan cara:
(1)     Meningkatkan kualitas penyelenggaraan muhibah kenegara-negara kawasan dalam rangka membangun citra dan meningkatkan saling percaya dalam kerangka confidence building measures (CBM) dengan menggunakan kapal frigate latih, sehingga perlu diadakan kapal frigate latih baru sebagai pengganti kapal frigate latih lama yang telah berusia tua.
(2)     Menindak lanjuti kebijakan kementerian pertahanan dan mabes TNI dalam membangun kerjasama dengan negara-negara kawasan khususnya dengan negara-negara yang terlibat konflik di Laut Cina Selatan seperti dengan Malaysia, Vietnam, Filipina, brunei, Taiwan dan tentu saja Cina sehingga dapat dilaksanakan kerjasama dalam bentuk latihan bersama, operasi bersama atau pertukaran perwira.
(3)     Meningkatkan intensitas penyelenggaraan navy to navy talk (NTNT) baik dalam kerangka bilateral maupun multilateral khususnya dengan negara-negara di kawasan Perairan Laut Cina Selatan untuk membahas berbagai permasalahan bidang maritim di Laut Cina Selatan secara khusus.
d)      Koarmabar melakukan upaya yang mendorong peningkatan intensitas kerjasama dalam kerangka diplomasi angkatan laut dengan cara:
(1)     Mengembangkan dan meningkatkan pelaksanaan operasi bersama yang telah terjalin sebelumnya dengan negara dikawasan dalam bentuk patroli bersama di wilayah perbatasan bilateral dengan melibatkan unsur KRI yang memiliki kemampuan tinggi seperti kapal jenis frigate atau sigma khususnya dalam kerangka kerjasama operasi bersama di perbatasan antar negara di Laut Cina Selatan.
(2)     Peningkatan latihan bersama di wilayah perbatasan di laut cina selatan. Dengan gelar latihan yang didukung dengan publikasi secara luas dan broadcast komunikasi di daerah latihan secara intensif mengenai latihan-latihan yang dilakukan.
(3)     Meningkatkan kesiapan unsur khususnya unsur KRI yang memiliki kemampuan tinggi dalam rangka mendukung kegiatan-kegiatan muhibah, operasi bersama dan latihan bersama dengan negara-negara lain sehingga dampak dari force demonstration dapat diwujudkan.

8.      Kesimpulan Dan Saran
a.      Kesimpulan. Berdasarkan penjabaran dan uraian di atas tentang optimalisasi determinan penangkalan KRI dalam mengantisipasi konflik perbatasan guna mengimplementasikan strategi penangkalan di perairan Laut Cina Selatan dalam rangka menegakkan kedaulatan negara di laut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1)      Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan perwujudan dari kepentingan nasional yang sangat utama dan bersifat survival sehingga segala daya upaya harus dilakukan untuk menjamin tegaknya kedaulatan nasional negara dan bangsa Indonesia. Dalam rangka mewujudkan kedaulatan negara tersebut maka disusun strategi pertahanan yang bertujuan untuk mengamankan kedaulatan negara dari ancaman dan gangguan musuh. Penyelenggaraan strategi pertahanan negara ini dilakukan dalam bentuk implementasi strategi penangkalan dan strategi gelar kekuatan.
2)      Strategi penangkalan dan strategi gelar kekuatan pada dasarnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan satu sama lain dalam konteks strategi pertahanan negara. Namun demikian implementasinya dibedakan pada masa damai dan masa perang. Strategi penangkalan pada hakekatnya dilaksanakan pada masa damai dan strategi gelar kekuatan dilaksanakan pada masa perang meskipun pada intinya keduanya dapat dilaksanakan pada masa perang dan masa damai.
3)      Dalam konteks strategi penangkalan sendiri terdiri atas elemen-elemen penangkalan yang disebut sebagai determinan penangkalan. Elemen penangkalan ini merupakan faktor yang menentukan seberapa besar daya penggetar dari subyek penangkalan. Dalam sudut pandang strategi penangkalan di laut maka KRI sebagai salah satu alutsista merupakan subyek utama dari kekuatan yang digunakan dalam strategi penangkalan di laut.
4)      Perkembangan lingkungan strategis saat ini telah mendorong terbangunnya focal area di wilayah perbatasan ZEEI dengan Laut Cina Selatan yang cenderung mengalami pasang surut eskalasi konflik antar negara namun memiliki intensitas pelanggaran hukum dan kedaulatan yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil analisis statistic dengan pengujian beda rata-rata menunjukkan bahwa pada tahun 2013 tidak terdapat perbedaan signifikan antar waktu dalam gelar operasi Koarmabar.
5)      Kondisi ini menunjukkan bahwa lemahnya strategi penangkalan yang dimiliki oleh unsur-unsur KRI Koarmabar yang melaksanakan patroli sepanjang tahun di wilayah Perairan Laut Cina Selatan. Hal ini menjadi permasalahan yang apabila tidak dipecahkan akan  berdampak potensi terganggunya stabilitas keamanan dan kedaulatan negara di wilayah perairan yurisdiksi yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan dengan adanya berbagai potensi ancaman faktual dan potensial seperti invasi, perompakan, pembajakan, penyelundupan, dan pelanggaran wilayah.
6)      Dengan demikian maka perlu ada upaya untuk meningkatkan daya penggetar dari KRI melalui optimalisasi determinan penangkalan yang meliputi elemen kemampuan KRI, elemen kredibilitas KRI dan elemen komunikasi KRI yang saat ini dirasakan masih belum menunjukkan tingkat determinan penangkalan yang cukup berdasarkan hasil operasi, peningkatan pelanggaran hukum dan kedaulatan, dan peningkatan eskalasi ancaman sebagai outcome dari kondisi determinan penangkalan KRI di wilayah perairan Laut Cina Selatan.
7)      Kondisi kemampuan KRI saat ini yang beroperasi di wilayah Laut Cina Selatan masih belum optimal daya penggetar yang dimiliki karena merupakan gelar unsur dibawah pembinaan Koarmabar yang unsur KRI terbesarnya hanya KRI kelas parchim. Dalam rangka penegakkan hukum dan kedaulatan negara di laut, dibutuhkan KRI dengan daya penggetar tinggi yang diwujudkan dalam kemampuan system senjata dan sensor serta kodal yang tinggi. Demikian juga berkaitan dengan luasnya wilayah yang harus di amankan menyebabkan jumlah KRI juga merupakan salah satu elemen kemampuan yang perlu ditingkatkan.
8)      Kondisi kredibilitas KRI saat ini yang beroperasi di wilayah Laut Cina Selatan masih relatif rendah yang ditunjukkan dengan tingkat kesiapan KRI dan tingkat kehadiran di laut yang relatif rendah sebagai akibat pola pemeliharaan dan perawatan yang belum optimal dan keterbatasan jumlah KRI dihadapkan dengan luas wilayah. Dalam rangka meningkatkan kredibilitas KRI maka diharapkan pola pembinaan material mampu meningkatkan kesiapan sehingga dapat meningkatkan kehadiran di laut.
9)      Kondisi komunikasi KRI saat ini yang beroperasi di wilayah Laut Cina Selatan masih belum terwujud dengan baik yang disebabkan masih rendahnya intensitas hubungan kerjasama dengan negara-negara pantai di Laut Cina Selatan sehingga tidak tercapai efektifitas penyampaian komunikasi non-verbal dalam bentuk force demonstration. Dalam rangka meningkatkan komunikasi KRI maka diharapkan adanya peningkatan kerjasama baik dalam bentuk operasi bersama atau latihan bersama sehingga akan meningkatkan komunikasi  KRI terhadap negara-negara di perairan Laut Cina Selatan.
10)   Dalam proses optimalisasi determinan penangkalan ini, terkait dengan keterbatasan sumber daya yang dimiliki maka perlu diterapkan asas prioritas untuk membantu dalam pengambilan kebijakan dan penyusunan strategi. Berdasarkan analisis kuantitatif dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP), menunjukkan preferensi dominan dari tingkat pentingnya elemen penangkalan adalah pada elemen kemampuan yang lebih spesifik lagi terkait dengan jumlah dari unsur (kuantitas) yang ditunjukkan dengan nilai bobot sebesar 0,3405. Preferensi kuantitas atau jumlah ini disebabkan karena sudut pandang dari pemimpin sebagai nara sumber yang masih memandang pentingnya kebutuhan jumlah unsur karena luasnya wilayah perairan yang harus diamankan.
11)   Penyusunan strategi optimalisasi determinan penangkalan dilaksanakan dengan memanfaatkan faktor-faktor internal dan eksternal serta peluang dan kendala yang terkandung berdasarkan hasil wawancara dari sudut pandang pemimpin dan staf-staf terkait dengan permasalahan yang dihadapi dengan menggunakan metode SWOT Analysis. Berdasarkan hasil pembobotan dengan metode SWOT dapat di tentukan strategi yang dapat dirumuskan adalah kombinasi dari kelemahan dan ancaman sehingga susunan strategi yang dapat dilakukan adalah menghindari ancaman dan menekan kelemahan.
12)   Kebijakan yang dapat disusun dari strategi kombinasi faktor internal dan eksternal serta peluang dan kendala adalah terwujudnya optimalisasi determinan penangkalan KRI guna mengimplementasikan strategi penangkalan di perairan Laut Cina Selatan dalam rangka menegakkan kedaulatan negara di laut melalui efisiensi dan efektifitas penggunaan anggaran dalam mendukung peningkatan jumlah unsur dan sistem sewaco, meningkatkan pola pembinaan logistik yang mencakup pemenuhan duklog dan harwat, meningkatkan intensitas kerjasama dalam kerangka diplomasi angkatan laut, dan optimalisasi pola gelar dalam mendukung kehadiran di laut sepanjang waktu.
13)   Dari kebijakan tersebut dapat disusun 3 strategi untuk menjawab ketiga permasalahan dalam upaya optimalisasi determinan penangkalan:
a)      Strategi untuk menyelesaikan permasalahan kemampuan KRI adalah dengan melakukan efisiensi dan efektifitas penggunaan anggaran dalam mendukung peningkatan jumlah unsur dan sistem sewaco. Strategi ini ditempatkan pada prioritas pertama karena berdasarkan preferensi pimpinan yang memilih elemen kapabilitas sebagai prioritas.
b)      Strategi untuk menyelesaikan permasalahan kredibilitas KRI adalah  dengan meningkatkan pola pembinaan logistik yang meliputi pemenuhan dukungan logistik dan pemeliharaan dan perawatan dalam rangka meningkatkan pola gelar dalam mendukung kehadiran di laut sepanjang waktu. Strategi ini menjadi prioritas kedua dimana pimpinan memandang bahwa kehadiran di laut juga penting dalam rangka mendorong kredibilitas KRI.
c)      Strategi untuk menyelesaikan permasalahan komunikasi KRI adalah  dengan meningkatkan intensitas kerjasama dalam kerangka diplomasi angkatan laut. Strategi ini merupakan prioritas terakhir dalam preferensi pimpinan yang disebabkan karena efektifitas strategi ini tidak dapat ditentukan oleh satu pihak namun bergantung pada kedua pihak.
14)   Dari ketiga strategi tersebut perlu dijabarkan dalam upaya-upaya yang menguraikan tentang subyek meliputi Kementerian Pertahanan, Mabes TNI, Mabes TNI AL dan Koarmabar melalui penerapan kebijakan dan langkah-langkah dalam menyelesaikan berbagai permasalahan KRI yang terkait dengan elemen penangkalannya.

b.      Saran. Beberapa saran yang dapat dijadikan masukan terkait dengan optimalisasi determinan penangkalan KRI dalam mengantisipasi konflik perbatasan guna mengimplementasikan strategi penangkalan di perairan Laut Cina Selatan dalam rangka menegakkan kedaulatan negara di laut.
1)      Pemerintah dan DPR perlu mendorong berbagai kebijakan terkait dengan efektifitas dan efisiensi anggaran baik melalui peningkatan jumlah anggaran pertahanan maupun implementasi alternatif efisiensi dan efektifitas upaya meliputi pengembangan industri strategis pertahanan
2)      Pemerintah perlu untuk meningkatkan aktifitas peran di wilayah perairan Laut Cina Selatan dengan mendorong peran ASEAN sebagai kerangka kerja diplomasi di kawasan regional dalam rangka menekan atau menurunkan eskalasi ancaman yang timbul dari konflik negara-negara kawasan terkait dengan batas wilayah. Peran diplomasi ini akan menjadi faktor pengganda dalam peningkatan kredibilitas KRI.
3)      Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI perlu untuk mempertimbangkan perubahan alokasi anggaran untuk keperluan pengembangan KRI sebagai salah satu bagian dari elemen sea power dengan berpedoman pada resiko ancaman yang potensial di perairan Laut Cina Selatan.
4)      TNI AL perlu bekerjasama dengan komando dan instansi samping dalam melakukan optimalisasi gelar kekuatan dalam rangka meningkatkan kehadiran di laut melalui peningkatan interoperability dalam kerangka operasi bersama menanggulangi pelanggaran hukum dan kedaulatan di laut. Instansi atau komando samping dapat berperan sebagai kepanjangan mata bagi KRI yang akan melaksanakan penindakan.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tinjauan Serangan Pearl Harbour

Implementasi Pemberdayaan Wilayah Pertahanan laut di Wilayah Kerja koarmabar Guna Mendukung Pertahanan dan Keamanan Nasional Dalam Rangka Mewujudkan Poros Maritim Dunia

Tinjauan Konflik Serbia-Kosovo